Tahun 2013 Kementerian Pendidikan pernah mengadakan upaya perombakan yang menghasilkan kurtilas, Kurikulum 2013. Meski banyak kontroversi dan komentar (di samping anggaran yang besar), kurikulum era SBY ini masih diterapkan. Â
Jika , katakanlah, pada tahun 2013 menjadi titik awal perombakan, maka mestinya perbaikan itu sudah terlihat pada tahun-tahun berikutnya. Namun mengacu ranking PISA tahun 2015 dan 2018, posisi kita tercatat masih bergeming di posisi 70-an.
Hal tersebut lebih ironis mengingat anggaran pendidikan yang sudah naik memenuhi  tuntutan 20% APBN dan dengan nominal yang terus bertambah.
Tahun 2022 besok besarannya menyentuh angka Rp 542,83 triliun. Ada kenaikan dari 2021 yang besarnya  Rp 541,7 triliun. Anggaran  itu cukup besar untuk menyelenggarakan sistem pendidikan yang bermutu jika dikelola dengan baik.
Fenomena ini sempat disinggung Menkeu Sri Mulyani. Menurut penilaiannya, anggaran pendidikan yang besar belum sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Menkeu Sri Mulyani:
"Sistem edukasi yang dianggarkan 20% dari APBN masih belum memadai. Kami kecewa karena beberapa lulusan bahkan tidak sampai ke tingkat yang kami harapkan."
Guru Besar UNJ Hafid Abbas juga menengarai banyaknya kebijakan yang tidak sinkron dan intervensi politik yang membuat wajah sekolah carut marut. Menurut data Ketua Senat UNJ itu tercatat 88,8% sekolah SD-SMA belum memenuhi standar minimal. Anggaran sertifikasi guru juga disebutkan belum menimbulkan dampak nyata perbaikan (banpos.co, 3/5/2020).
Menunggu hasil blusukan Menteri Nadiem
Terkait perbaikan mutu ke depan, bolehkah kita  berharap pada Menteri Nadiem yang sekarang mengurus departemen pendidikan? Â
Sejauh yang dapat kita amati  gaya kerjanya minim sensasi. Mantan bos Gojek itu lumayan rajin menggali permasalahan hingga ke akar rumput. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu blusukan hingga menginap di rumah guru. Tentunya dengan itu ia dapat menyelami kehidupan sehari-hari para pahlawan tanpa tanda jasa.
Selain keinginan untuk mendalami persoalan, Nadiem juga punya kemampuan mengenali prinsip dan pakem disrupsi zaman. Buktinya ia mampu bikin unicorn kelas dunia yang meski lebih banyak didanai Singapura tetapi kita bisa  menepuk dada sebagai tuan rumah  awal mula pendiriannya. Analisis dan pemetaan masalahnya ditunggu untuk sanggup membedah mutu pendidikan nasional yang memprihatinkan.