Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Skenario KLB ala SBY-Moeldoko Terkuak, Demokrat Terancam Tuntas!

8 Maret 2021   04:40 Diperbarui: 8 Maret 2021   09:20 9307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden SBY saat menerima Letjen Moeldoko di ruang kerja pada tahun 2013 (Rumah Tangga Kepresidenan/Liputan6.com.)

Dua puluh hingga empat puluh persen keyakinan bahwa KLB Demokrat sungguh-sungguh terjadi penulis sisihkan untuk menampung kemungkinan bahwa itu sebenarnya merupakan plot. Taste-nya kurang alamiah, atau hambar tak wajar.

Sebagai sebuah sajian drama politik, beberapa kemungkinan bisa terjadi soal siapa yang menjadi pengatur laku dan pengarah gayanya. Bisa murni dari Demokrat sendiri atau ada juga peran istana; baik itu sebagian dan atau bahkan seluruhnya.

Demokrat memang jelas punya kepentingan eksistensial. Perlu terus di-up media agar tidak tenggelam. Tetapi bagaimana dengan peran istana?

Jika istana punya peran maka kepentingannya antara lain  untuk mengeliminir polarisasi akibat politik identitas yang terjadi beberapa waktu lalu. Sisi baik dari heboh KLB Demokrat adalah nyaris nihilnya isu SARA dan politik identitas yang muncul ke permukaan seperti yang pernah terjadi 6 tahun Jokowi jadi presiden.

Selain itu,  perlu juga ada pengalih untuk memecah kenyinyiran netizen yang terkonsentrasi pada rivalitas gubernur-gubernur di Jawa terutama di antara Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, plus Mensos Risma.

Tekanan terhadap Anies belakangan memang relatif menjadi lebih besar setelah elemen-elemen oposisi lain seperti FPI, PA 212, dan KAMI tumbang satu per satu. Sementara itu di pihak yang kontra pemerintah, umumnya relatif tidak punya fokus bersama dan cenderung jadi inferior.

UU ITE yang akhirnya menjadi kambing hitam sebagai alat pengebirian kelompok-kelompok kritis. Padahal UU itu sudah ada jauh sebelum Jokowi jadi presiden, sejak 2008. Sementara, pada periode satu Jokowi kemarin kita dapat melihat betapa brutalnya perang fitnah dan hoax bernuansa SARA dan politik identitas.

Drama yang akal-akalan bukanlah sesuatu yang luar biasa dan bisa saja terjadi. Alasan pertama, biayanya murah; kedua, perhitungan efektivitas dan risiko yang rendah. Contoh yang lebih parah dari drama KLB Demokrat pada masa lalu banyak sekali, yang sampai tega-tegaan.

Lantas apa bukti atau minimal indikasi bahwa KLB Demokrat itu kurang real?

Indikator utama yaitu peran Moeldoko sendiri. Dalam kasus KLB Demokrat posisi Moeldoko terlalu sentral, terlihat begitu dominan dan begitu ujug-ujug. Minim pemanasan. Blitzkrieg ya memang mungkin, tetapi SBY juga tentara, mestinya tak semudah itu.

Motivasi maju pilpres yang dilekatkan pada figur Moeldoko hingga nekat mengkudeta juga kurang meyakinkan. Dibandingkan dengan properti jabatan yang dipegangnya saat ini terasa agak kurang pas. Lain soal jika posisi Moeldoko katakanlah hanya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden saja dengan intensitas tanggung jawab yang tidak begitu tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun