Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Aturan Berjilbab bagi Pelajar Nonmuslim di Sekolah Negeri

22 Januari 2021   22:43 Diperbarui: 18 Agustus 2021   09:25 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan antara Ombudsman Sumbar dengan Kepala SMKN 2 Padang untuk mengkonfirmasi kasus penerapan peraturan jilbab bagi siswi non-muslim (suarasumbar.id/ dok: klikpositif.com).

Soal bagaimana lika-liku peraturan di sekolah berbasis agama pasti menarik untuk dikupas. Misalnya, apakah peraturan sekolah/ yayasan berlaku mutlak ataukah ada diskresi bagi mereka yang berbeda agama. 

Sebelum ikut pembelajaran secara resmi tentunya ada dialog dahulu tentang konsekuensi yang harus dipatuhi seluruh siswa.

Yefri Heriani, Ombudsman Sumbar:

"Kami memanggil Kepala Sekolah SMK 2 Padang ini terkait informasi pemaksaan menggunakan jilbab bagi siswa non-muslim di sekolah tersebut." 

Ngomong-ngomong konsekuensi menjadi siswa di satu sekolah, saat ini lagi ramai menjadi perbincangan yaitu kasus aturan berjilbab di SMK 2 Padang. Ada lima siswi non-muslim yang merasa tidak perlu mengikuti aturan itu sementara pihak sekolah justru mengatakan bahwa hal itu wajib. 

Elianu Hia, pihak orang tua salah satu siswi lantas mengunggah video ketika dirinya dipanggil oleh sekolah. Perdebatannya yang berkisar di seputar aturan siswi berjilbab kemudian menuai komentar massif netizen Facebook. 

Ombudsman Perwakilan Sumbar pun akhirnya turun tangan, pihak sekolah kemudian gantian yang dipanggil untuk memberikan penjelasan (sumbar.suara.com).

Sekolah memang berhak membuat peraturan dan tata tertib di lingkungannya. Tetapi mengingat SMA 2 Padang itu sekolah negeri, bukan yayasan, tampaknya argumen orang tua siswi yang dipaksa berjilbab itu lebih kuat dan masuk akal.

Alasan pihak sekolah bahwa jilbab itu adalah kesepakatan yang harus ditaati guru dan siswa memang benar karena terjadi saat awal siswa masuk lembaga itu. Namun apa yang melandasi kesepakatan itu sendiri harus dipertanyakan.

Sebagai sekolah negeri tentunya SMK 2 Padang harus taat kepada ketentuan konstitusi. Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 seluruh warga negara memiliki hak yang sama untuk menjalankan ajaran masing-masing. Begitu pula soal pelaksanaan ajaran agama itu sendiri; tidak boleh untuk dipaksa-terapkan untuk civitas yang beragama berbeda.

Lain halnya jika SMK 2 Padang itu adalah sebuah lembaga pendidikan di bawah yayasan yang bercorak keislaman misalnya. Jika demikian maka aturan berjilbab untuk siswi dan guru perempuannya adalah legal juga secara hukum karena bertujuan untuk menjalankan ajaran Islam dalam lingkungan komunitas umat Islam sendiri.

Karena kesepakatan yang dianggap peraturan itu sendiri bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, semestinya hal itu batal dengan sendirinya. Bukan berarti ajaran agama ada di bawah negara, tetapi kesepakatan-kesepakatan dalam bernegara itulah yang merupakan sumber hukum tertinggi yang dapat diterima oleh semua pihak.

Logikanya begini. Misalnya kita naik kendaraan di mana seluruh penumpang diwajibkan taat pada aturan sopir. Tetapi ketika sopir menerabas lampu merah atau melawan arus apakah penumpang juga wajib taat? 

Tentunya tidak dong. Justru penumpang harus  mengingatkan agar sopir memperhatikan keselamatan seluruh penumpang.

Contoh lainnya, misal soal kewajiban untuk mematuhi orang tua. Lalu apakah wajib patuh jika orang tua menyuruh untuk sesuatu yang bertentangan dengan agama? Tentunya tidak juga. 

Perumpamaan tadi mungkin tidak sepenuhnya tepat tapi perintah, peraturan, atau kewajiban itu punya logika hukumnya masing-masing. Ada sumber peraturan atau hukum yang lebih tinggi dan peraturan itu tidak boleh berselisih dengan norma atau hukum di atasnya. 

Masalah yang terjadi di SMK 2 Padang itu mungkin sudah berlangsung lama dan tidak menutup kemungkinan terdapat pula di sekolah negeri yang lain dalam bentuk yang berbeda. Berkaitan dengan kondisi tersebut, perlu evaluasi pihak sekolah dan Kemendikbud serta Ombudsman agar jangan sampai ada hak warga yang dirampas secara sepihak atas nama agama.

Secara global konteks persoalan serupa juga ada di banyak negara.

Bagi umat Islam tentu menjadi keprihatinan jika di satu negara terdapat larangan memakai jilbab bagi yang perempuan atau larangan sholat Jumat serta pelaksanaan ajaran yang lain. Bahkan lebih dari itu, terjadinya perlakuan diskriminatif dan intimidatif yang secara mendasar telah memangkas hak hidup secara nyata atau perlahan-lahan.

Orang Indonesia yang mayoritas muslim bisa membalas perlakuan tersebut bukan dengan memaksakan ajaran Islam, tetapi justru dengan memberi contoh penghormatan atas kebebasan beragama umat lain.***

*) Update:

Penelusuran media kemudian mengungkap di sekolah tersebut terdapat 46 siswi non-muslim yang mengikuti keharusan berjilbab (detik.com, 23/ 01/ 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun