Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Lord Didi dan Ekonomi Campursari

10 Mei 2020   10:54 Diperbarui: 10 Mei 2020   11:13 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Didi Kempot (alm.), dalam satu performa terbaiknya di atas panggung (indeksnews.com).

Didi Kempot telah berpulang ke rahmatullah pada bulan Ramadan yang mulia dan dimuliakan.

Tidak sekadar pergi. Lord Didi, demikian panggilan kesayangan fans beratnya, meninggalkan sejumlah kenangan yang terlalu sulit terlupakan. Para penggemar fanatik lagu bergenre campursari atau bukan yang ada di dalam negeri maupun luar negeri, mendapat kesan begitu dalam pada sosok yang bersahaja ini.

Entah bagaimana cerita duka orang Suriname di sana, yang mungkin kesulitan mencari tali pengganti yang menghubungkan mereka dengan tanah asal leluhur mereka, Jawa.  Selama ini tampaknya baru Didi yang cukup sukses diterima penduduk di sana.

Dari Belanda, seorang WNI yang telah lama bermukim juga menceritakan curhatnya di youtube bahwa betapa  ia harus rutin mengkonsumsi lagu-lagu Lord Didi. Ia menderita ketergantungan atmosfir Jawa untuk merawat  suasana batinnya agar tetap ceria di negeri orang.

Tidak hanya wong Jowo, perantauan, atau peranakannya saja;  warga suku lain juga ternyata banyak yang akrab dengan lirik lagu-lagu Didi. Entah bagaimana mula pertama  mereka terjerat irama. Yang jelas, meskipun tidak paham bahasa tapi sesuatu seperti magnet dalam lagu telah membuat mereka  tertarik menjadi pengikut mantan pengamen itu.

Iya, Lord Didi tidak malu mengakui masa lalunya yang sulit ketika mengawali karirnya. Untuk menapaki  pencapaian hingga tampuk tertinggi di kerajaan campursari, penyanyi Solo ini meniti langkah dari bawah. Dari trotoar ke trotoar, ke rumah dan toko, ia mengamen dari jalan satu ke jalan yang lainnya.

Jadi, mulai sekarang rajin-rajinlah berderma pada pengamen walau sekeping receh. Siapa tahu salah satu dari mereka kelak akan menjadi  penerus Lord Didi walau bukan di ranah dugem Jawa, campursari yang dinamik itu. Iwan Fals juga dulu mengamen, dan beberapa yang lain. Seniman kita ternyata banyak yang merupakan alumni  UT, Universitas Trotoar.

Karena beranjak dari dasar kehidupan yang keras, mungkin tempaan pengalaman hidup telah membentuk figur Didi yang semanak. Akrab dengan siapa saja dan royal dalam derma. Konser amalnya dari rumah selama masa pandemi corona, yang diselenggarakan  bersama Kompas, meraup dana Rp 7 miliar lebih; dan Didi tidak minta bagian sepeser pun. Konser terbaik yang akan terus dikenang,  karena muatan inspirasi dan nilai-nilai luhur yang melebihi nominal uang perolehannya.

Bagi Didi, bekal  dunia untuk keluarga dan orang-orang terdekatnya  mungkin sudah dirasa cukup. Cara bersyukur terbaik salah satunya adalah dengan berderma. Dan itu sudah ia lakukan di saat menjelang akhir tutup usia.

Tuhan menganugerahi Didi  satu kesempatan cara berpulang terbaik. Khusnul khatimah. Seandainya berlebih mungkin Tuhan Paham, Didi bisa terpeleset. Dari dulu hingga kini, begitu mudah orang gagal melewati ujian kelimpahan dunia. Sepengamatan penulis tentang sosok yang identik dengan blangkon ini, begitu berlimpah kesaksian orang-orang yang pernah bertemu dan mengenalnya: Lord Didi adalah orang baik.

Meski bukan keluarga atau kerabatnya, sosok berjuluk The Godfather of Broken Heart ini juga meninggalkan warisan berharga yang tak ternilai buat kita. Lagu-lagu ambyarnya  tidak hanya dapat kita nikmati, tetapi juga menjadi mata air penghidupan  bagi para seniman lain.

Didi adalah sosok penting yang memperkaya khazanah seni musik tanah air saat ini. Karya-karya buah tangannya adalah  sumber inspirasi  yang terus mengalir. Seperti mata air yang tak pernah kering.


Bagi seniman pemula, para pengamen, band kelas menengah, bahkan artis papan atas sekalipun, lagu-lagu Lord Didi adalah seperti bahan baku dan sekaligus bahan siap saji. Lirik dan iramanya yang sederhana namun enak didengar siap untuk ditafsir ulang, di-cover, diaransemen ulang, atau dilantunkan mentah-mentah apa adanya.

Banyak musisi yang sudah melakukan operasi  trans-genre  dengan menerjemahkan lagu campursari Didi  menjadi berirama ska, reggae, keroncong, pop dan sebagainya. Para youtuber tanah air seolah tak lelah menggali dan itu berarti rezeki.

Dalam tataran gagasan, apa yang dikerjakan Didi juga menjadi bukti bahwa bahasa bukan kendala untuk berkarya menembus sekat lokalitas.  Ia percaya diri untuk  konsisten bermusik menggunakan bahasa daerah dengan risiko pangsa pasar terbatas. Tetapi nyatanya rezeki tak pernah tertukar, kualitas adalah mata uang yang berlaku di mana saja.

Menguasai bahasa internasional sebagai lingua franca memang penting dewasa ini tetapi  bukan berarti  kita harus melupakan  bahasa asli leluhur. Manusia pada umumnya mampu memahami 2-3 bahasa yang berbeda secara bersamaan, bahkan bisa lebih.

Ketika milenial kita tertarik berbahasa Korea gara-gara konsumsi  K-pop dan drakor, maka tantangan kreator  tanah air adalah bagaimana mereka mampu mengangkat  budaya lokal ke pasar global. Didi Kempot sudah merintis jalan itu walau mungkin belum sempurna. Bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah bisa menemukan jalan menembus dunia global lewat karya seni dan budaya.

Kalau semua akhirnya berbahasa Inggris atau keminggris, atau kekorea-koreaan, maka nanti kita jadi bangsa apa.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun