Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Luhut Undang Investor AS dan Arab, Jokowi Gerah dengan Konflik Natuna?

7 Januari 2020   07:43 Diperbarui: 8 Januari 2020   09:19 1821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Luhut Binsar Pandjaitan dan Presiden Jokowi (Photo by President Office).

Jum'at  besok jika tidak aral melintang Luhut Binsar Pandjaitan akan berdiskusi soal investasi miliaran dollar dengan pihak Amerika Serikat (detik.com, 06/01/2020).

Luhut akan menerima perwakilan dari International Development Finance Amerika Serikat, sebuah lembaga  pemerintah, yang akan menanamkan modal untuk sejumlah proyek BUMN.

Salah satu proyek yang akan ditawarkan adalah pengerjaan ruas Tol Trans Sumatera, selain bisnis hotel dan rumah sakit.

Menko Kemaritiman dan Investasi juga mengatakan bahwa sudah ada kesepakatan matang dengan Uni Emirat Arab soal investasi US$ 20 miliar. Tinggal petik saja nanti 13 Januari 2020 (detik.com, 06/01/2020).

Penandatanganan perjanjian kerjasama akan dilakukan oleh Presiden Jokowi dan Pangeran Mohammed bin Zayed di Abu Dhabi.

Lumayan banyak proyek dengan UEA. Mulai dari sektor energi, kesehatan, manufaktur hingga dana abadi/ Sovereign Wealth Fund. Bentuknya antara lain pengerjaan smelter alumunium, PLTS Cirata 145 GW (Gigawatts), kilang minyak, hingga industri petrokimia.

Dari Indonesia Luhut membawa Pertamina, PLN, Inalum, dan Chandra Asri. Sementara dari pihak sana ada Mubadala, EGA, Masdar, hingga ADNOC.

Seolah sedang membela diri dengan investasi-investasi tersebut, Luhut lalu menyinggung tudingan bahwa pemerintah lebih pro (investasi) China.

Luhut Binsar Pandjaitan:

"Jadi jangan bilang China, China melulu. Jangan tuduh kita pro China saja, kita siapa saja (bisa) yang mau saja, asal memenuhi 5 syarat kriteria (investasi) kita."

Pemerintah dengan Luhut sebagai ujung tombaknya dalam urusan investasi memang kerap dituding terlalu dekat dengan RRC. Beberapa kali sebutan negara sahabat terlontar, termasuk dari Menhan Prabowo.

Pada masa periode pertama pemerintahan Jokowi, isu membanjirnya pekerja asing asal Tiongkok pernah  gencar; berbarengan dengan berjalannya kerjasama sejumlah proyek antara Indonesia dan China.  

Terakhir, sikap Luhut dan Prabowo yang seolah lembek dalam insiden di Laut Natuna Utara juga dihubung-hubungkan dengan kekhawatiran terganggunya investasi China. Kritikan pedas dan tajam dari sejumlah tokoh pun lalu mengalir deras.

Sekarang menteri multi talenta tersebut bisa bernapas lebih lapang. Tudingan bahwa dirinya condong ke kiri berhasil ditepis dengan sempurna.

Jika Indonesia menerima investasi dari mana saja; mengapa Luhut begitu menekankan soal tudingan pro investasi China yang memang sudah berjalan lebih dahulu?

Menilik sikap pemerintah bahwa tidak ada visi misi menteri dan yang ada hanya visi misi presiden; berarti pernyataan Luhut tersebut simetris juga dengan sikap Jokowi.

Jangan-jangan memang benar apa yang menjadi analisis Lowy Institute Foreign Policy; bahwa ada indikasi komitmen Jokowi terhadap kerjasama Indonesia-China bisa berubah jika konflik Natuna terus terjadi.

Laporan Lowy Institute bertajuk "Indonesia di Laut China Selatan: Berjalan Sendiri" yang dirilis 2017 menyoroti respon Jokowi terhadap insiden-insiden yang terjadi di Natuna sejak era SBY hingga tahun 2016.

Pendekatan Jokowi dinilai sudah bergeser dari penyelesaian multilateral (ASEAN), menjadi upaya unilateral yang fokus pada kepentingan Indonesia sendiri. 

Lambannya pembahasan lewat meja perundingan berbanding terbalik dengan semakin intensnya penyerobotan oleh kapal-kapal asing di Natuna telah membuanya skeptis.

Intinya, Jokowi memang sudah gerah dengan meningkatnya pelanggaran-pelanggaran kapal asing di Natuna, meski harus menahan diri demi hubungan baik Indonesia-China di bidang ekonomi.

Kini dengan insiden provokasi 3 kapal coast guard China di ZEE Natuna, tampaknya kesabaran pemerintah sudah berada pada titik nadir.

Pernyataan Luhut di atas yang menepis tudingan pro China seolah ditujukan untuk 2 pihak sekaligus.

Pertama, kepada hater oposan yang tidak lelah mengorek bukti kedekatan Jokowi dengan China. Fakta tersebut diperlukan untuk membuktikan bahwa isu pembiaran komunisme yang mereka ciptakan bukanlah fitnah atau hoaks. 

Kemudian kedua, kepada pihak pemerintah China sendiri; bahwa Indonesia independen dan tidak terikat dengan negara mana pun dalam soal kerjasama ekonomi.

Ada makna tersirat yang harus dipahami dalam kerjasama Indonesia-China. Diksi "negara sahabat" yang disematkan Indonesia hanya berlaku jika semua pihak sama-sama menjaga sikap dan martabat persahabatan itu sendiri.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun