Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Ingin Kuasai 80% Kursi Parlemen, Golkar Gelisah

19 Juni 2019   21:50 Diperbarui: 20 Juni 2019   02:15 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi (tempo.co).

Keinginan Jokowi sebagai pemenang Pemilu 2019 untuk mendominasi parlemen hingga 80% kursi sudah diungkapkan tidak lama setelah hari pencoblosan. Harapan tersebut didasarkan atas efektivitas politik untuk mengurangi tarik ulur di legislatif yang berpotensi menghambat kinerja pemerintahan.

Sinyal itu sudah disambut PAN dan Demokrat; Zulkifli Hasan dan AHY masing-masing sudah terang-terangan datang ke istana. Kini selentingan kabar Gerindra juga ada kemungkinan ikut bergabung.

Jika betul PAN, PD, dan Gerindra melebur dengan koalisi 01, penguasaan 80% parlemen tidak sulit. Dengan total tambahan suara 27,07%  --PAN 6,80%, PD 7,70%, dan Gerindra 12,57%-- otomatis cita-cita Jokowi sudah terlampaui bahkan melebihi ekspektasi.

Golkar cemas dengan dosa politiknya

Atas kemungkinan-kemungkinan di atas tadi Golkar merasa gelisah sendiri.

Golkar tidak bulat mendukung petahana pada Pemilu kemarin. Erwin Aksa berbalik mendukung Prabowo-Sandi dan perolehan suara Jokowi-Ma'ruf: dan perolehan suara di Sulawesi Selatan babak belur.

Perkembangan terakhir segera ditanggapi Airlangga Hartarto. 

Airlangga menyatakan bahwa perolehan suara koalisi di pihaknya yang mencapai 60% itu sudah sangat baik. Ketum partai beringin ini juga menambahkan bahwa komunikasi internal antar pimpinan partai  berjalan lancar dan bahwa dalam demokrasi yang sehat perlu adanya oposisi.

Pernyataan tersebut seperti bernada keberatan jika koalisi TKN yang sudah gemuk harus pula bertambah gembrot dengan merangkul partai oposan. Dalam kesempatan sebelumnya Airlangga justru optimis koalisi akan mendapat tambahan 20%  suara di parlemen.

Entah berhubungan atau tidak antara kekhawatiran Golkar dengan kemungkinan gabungnya Gerindra Cs. Yang jelas  Jokowi-Ma'ruf belum berbicara banyak soal pembagian jatah menteri di kabinet. Tetapi seandainya porsi Golkar di kabinet peluangnya jadi menyusut pada akhirnya menjadi masuk akal.

Jokowi di sisi lain juga sudah menyatakan secara terbuka bahwa dirinya merasa tidak punya beban dalam membuat keputusan-keputusan politik nanti. Jika untuk negara ia siap membuat keputusan-keputusan gila yang tidak terikat dengan keharusan-keharusan atau kelaziman.

PKS bengong ditinggal sendiri?

Belum ada tanda-tanda PKS berminat mendekat kepada paslon pemenang Pemilu kemarin.

Peran oposisi yang dilakukan kemarin bersama Gerindra sudah terbukti mampu meningkatkan perolehan suara. Dengan memainkan peran tersebut posisi tawar mereka pada Pemilu 2024 nanti akan bertambah kuat. Terlebih jika elit PDIP gagal mengakomodasi kepentingan-kepentingan partai pendukung yang lain.

Kalau Gerindra membuat perhitungan lain untuk mengantisipasi 2024 berarti PKS harus siap ditinggal sendiri.

Gerindra walaupun perolehan suara parlemen bertambah tetapi kekalahannya dalam Pilpres akan memaksa mereka meninjau ulang asumsi-asumsi politik yang digunakan, termasuk kedekatannya dengan kelompok Islam garis keras.

Masyarakat juga bisa menilai, sikap opositif yang mengarah pada polarisasi yang tidak sehat sudah tidak dapat ditolerir lagi.

Meningkatnya kuantitas dan kualitas hoaks, ujaran kebencian, hingga yang paling parah yaitu gerakan makar, tidak boleh diabaikan atas nama demokrasi. Siapa dalang kerusuhan 22 Mei sesungguhnya yang nanti terungkap akan betul-betul menentukan nasib parpol oposan, baik di kalangan mereka sendiri maupun di mata rakyat se-Indonesia.

Di luar konstelasi parpol yang ada --kelompok petahana vs. oposan--, pada periode kedua pemerintahan Jokowi tidak menutup kemungkinan adanya penguatan kelompok masyarakat kritis. Mereka tidak hanya akan keras terhadap kelompok elit oposan yang destruktif tetapi juga akan cenderung skeptis terhadap rezim Jokowi.

Carut marut penanganan Kemenkumham terhadap koruptor di LP, wajah dunia pendidikan yang tidak semakin jelas bentuknya, juga pengelolaan BPJS;  adalah sederet pekerjaan rumah yang harus dituntaskan segera oleh pemerintah.

Seandainya Jokowi memang ingin membuat keputusan gila demi negara dan bukan sekadar lip service, mulailah dari hal-hal yang sangat jelas kelihatan tersebut di atas. Jangan ragu-ragu.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun