Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tanggul Jatipadang Jebol Enam Kali Jangan Diledek!

5 April 2019   11:03 Diperbarui: 5 April 2019   11:39 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanggul kecil di Kali Pulo, Jatipadang, yang disebut Tanggul Baswedan jebol, 2 April 2019 (jawapos.com).

Terhitung sejak Oktober 2017 hingga saat ini, tanggul Jatipadang sudah mengalami  jebol 6 kali.

Dibandingkan dengan bendungan, pintu air, kanal, dan properti irigasi lainnya; mungkin hanya bendungan Katulampa di Bogor yang dapat mengalahkan popularitas tanggul Jatipadang.

Bendung Katulampa di musim hujan kerap membuat jeri warga ibukota  walaupun jaraknya 38 mil nun jauh di sana. Apalagi jika muka air sudah mencapai ketinggian siaga 1, alamat barang-barang dalam rumah harus secepatnya diselamatkan ke tempat yang lebih tinggi.

Air di mana-mana sifatnya sama selama yang dimaksud adalah substansi zat kimia dengan rumus H2O.

Di tanggul Jatipadang, di Katulampa, di Sungai Nil, atau di Amsterdam, air tunduk pada sunatullah, bahasa ilmiahnya: hukum fisika. Beku jika didinginkan, menguap jika dipanaskan. 

Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah, berhenti jika ada penghalang sampai terkumpul cukup kekuatan untuk menghancurkan apa saja yang menghalanginya. Sejak zaman Firaun belum disunat air begitu wataknya.

Namun demikian, perilaku air yang sebenarnya begitu-begitu saja, nihil inovasi,  hingga sekarang selalu bikin masalah buat manusia yang berakal. Penelitian dan riset tentang air sejak masa Archimedes 22 abad yang lalu sudah terlalu banyak, dan akan terus bertambah karena air suka bikin penasaran para ilmuwan. Malah sampai ke tingkat spiritual, benda cair yang satu ini menjadi inspirasi: filosofi air mengalir!

Kita sudah memahami, betapa air itu kukuh dengan wataknya; sangat  militan tanpa perlu  ideologi dan dogma. Manusia yang berakal tidak sanggup mencegah atau menghalangi siklus makhluk Tuhan yang satu ini. Air tidak bisa dan tidak mungkin dilawan.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Bersahabat dengan air, itu pilihan yang ada.  Kita yang berakal sudah mengenal watak dasar air yang tidak berjiwa tersebut, maka jangan dirintangi alirannya, ikuti kemauannya. Air diciptakan Tuhan untuk memberi manfaat melalui mekanisme siklus yang tak pernah ia bosan menjalaninya. Percuma dilawan, karena air yang tidak berperasaan akan berontak dengan kekuatan yang tak terperi.

Pada level implementasi, pemerintah yang punya wewenang untuk memberi perintahlah yang harus mampu  mengatur unsur manusianya! Pemerintah yang harus memimpin dan memaksa warga dengan kewenangan yang dimilikinya agar beradaptasi dengan perilaku air. Toh kita juga membutuhkan air, tanpanya tidak ada kehidupan di muka bumi ini.

Satu yang penting lagi adalah faktor kecepatan dalam penanganan.

Tidak bijak membuat tanggul di musim penghujan karena maknanya kita sudah telat satu langkah di belakang air. Tidak akan terkejar. Bukankah Tuhan sudah memberi tempat kita dalam iklim tropis dengan 2 musim; kemarau dan penghujan. 

Selama kemarau yang durasinya seimbang dengan musim basah kita dapat berjaga dan memeriksa: apa yang perlu kita persiapkan di musim penghujan berikutnya?

Kembali ke tanggul Jatipadang yang sudah jebol 6 kali.

Dalam peristiwa tanggul bobol yang terakhir Pemprov DKI berpendapat penyebabnya adalah volume air yang masuk ke Kali Pulo di Jatipadang yang porsinya terlalu jumbo. Untuk mengatasinya, Kali Pulo tidak perlu dilebarkan karena penyelesaian masalahnya bukan di situ. 

Solusi yang ampuh ada di provinsi sebelah yaitu Jawa Barat, tepatnya di Setu Babakan, Depok. Agar volume air  dari hulu  yang masuk takarannya pas, aliran harus masuk dulu ke Setu Babakan yang daya tampungnya masih lega.

Kita berdoa bersama mudah-mudahan respon Pemprov DKI tepat. Seandainya jebol lagi ya tidak apa-apa, toh itu bagian dari pembelajaran kita dalam memahami gerak dan gerik air. 

Pada waktunya nanti teknologi perairan kita akan setara dengan Belanda, negeri yang berhasil  beradaptasi dengan  tabiat air dan hidup di daratan yang ketinggiannya berada di bawah permukaan laut.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun