Mohon tunggu...
Agung Pratama
Agung Pratama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Pegiat isu sosial, politik, gender, dan media. netizen barbar tapi kritis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melawan Standar Hidup yang Tak Realistis

29 Desember 2021   13:13 Diperbarui: 27 Mei 2022   06:06 1540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bersantai di rumah (Sumber: PEXELS/ARTEM PODREZ)

Pernahkah kamu mendengar orangtua yang berkata, "Nak, sebelum usia 30 kamu harus sudah menikah", atau tetangga yang sedang julid, "Kenapa ya dia lulusan sarjana malah jualan".

Atau sahabatmu yang berujar, "Eh temenku yang satu jurusan sama kamu udah dapet kerjaan dengan gaji dua digit, kamu kok belum?", "Temenmu sudah pada lulus, kamu kok masih aja berkutat di skripsi, gak pengen lulus?"

Serangkaian pertanyaan tersebut selalu terbesit di benak kita yang berada di masa quarter life crisis, dikenal juga dengan krisis seperempat abad biasanya dirasakan oleh kalangan usia 20-30 yang masih bingung menentukan tujuan hidup ataupun bermasalah dalam menata masa depan.

Mark Manson dalam bukunya yang berjudul A Subtle Art Of Not Giving A F*ck berkata bahwa "Kunci untuk kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal; tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja." 

Kalimat tersebut terdengar elok dan sekilas tampak praktis, namun pada kenyataannya manusia sulit mengabaikan bisikan-bisikan negatif yang mengganggu kesehatan mental. 

Tapi tak masalah, kita berhak tersinggung dan wajib untuk berbuat sesuatu yang terbaik yang bisa kita lakukan dengan catatan "melakukan segala usaha untuk kemajuan diri, bukan untuk memvalidasi ke orang lain bahwa kamu mampu berbuat".

Di saat manusia berada pada titik terendah dalam berjuang, naluri alamiah yang muncul adalah rasa ingin dipahami, dimengerti, dikatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan jangan berhenti mengejar apa yang kamu inginkan di kemudian hari. 

Kita tidak bisa mengendalikan perlakuan orang-orang terhadap diri kita, satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah mengendalikan kita sendiri untuk tidak tenggelam dalam pertanyaan-pertanyaan dan perlakuan yang tidak kita sukai dan menyakiti secara emosional.

Berdamailah, terimalah diri kita apa adanya...

Setidaknya ada beberapa dari kita merespon krisis percaya diri dengan ikut menyalahkan diri sendiri, putus asa, atau bahkan berhenti mempercayai diri sendiri. Hati-hati, keadaan ini bisa memburuk dan berujung fatal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun