Mohon tunggu...
Agung Prastowo
Agung Prastowo Mohon Tunggu... -

Aktif di Wisdom Indonesia - Banggain Daerahmu, Cintain Indonesiamu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tak Punya Uang Bukan Berarti Tak Punya Harga Diri, Kan?

20 Juli 2016   00:03 Diperbarui: 20 Juli 2016   13:16 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: etinspires.com

Semua orang pasti punya kebutuhan, dengan tingkat yang bermacam-macam. Ada yang kebutuhanya sesuai dengan penghasilanya, ada yang lebih sedikit, ada yang jauh lebih banyak. Untuk yang kebutuhanya lebih besar dari penghasilan, Kita sering menyebutnya, Besar Pasak daripada Tiang.

Manusia adalah mahluk konsumtif. Setiap selangkah dia keluar rumah, ada saja yang membuatnya harus mengeluarkan biaya. Apalagi bagi yang tinggal tidak dirumah dan daerah sendiri, merantau, hampir semua aspek gerak hidupnya harus membeli. Orang Jawa bilang, Urip iku urup, jer basuki mowo beo. Segala sesuatu membutuhkan biaya.

Kalau saja hidup ini bisa kita atur sendiri, mungkin lebih enak ya. Tapi tetap semuanya harus disyukuri, karena semua sudah ada yang ngatur, kita tinggal menjalani. Sesulit apapun keadaanya, kita harus tetap yakin bahwa masalah akan satu paket dengan solusi. Meskipun solusinya terkadang tak semudah kita membuatkan masalahnya.

Nah,  Seandainya saja keadaan kita masuk dalam kategori besar pengeluaran daripada pemasukan, kita harus gimana? Padahal kita harus tetap bertahan dan menjalani semua kehidupan sehari- hari dengan baik. Dengan tetap bisa menyelesaikan tugas  sehari- hari.

Setelah apa saja dilakukan, Salah satu solusi terakhirnya adalah Ngutang. Iya kan?

Yakin, tidak gampang belajar jujur sampai berani membuat artikel ini. Sebagai orang yang sering ada dalam posisi demikian, pastinya sangat hafal seperti apa perasaanya, saat akan, sedang dan telah melakukan sebuah transaksi hutang- piutang itu. Apalagi dalam kondisi yang teramat sangat gawat darurat.

Misal; Di saat bepergian karena suatu tugas, atau karena suatu perkara, di tengah jalan kehabisan bajet. Perjalanan masih panjang, kita sendirian dan tak ada solusi apapun. Sebagai orang yang mandiri, pasti nggak punya orang yang bisa suplay kan? Enak kalau mereka yang orang tuanya kaya raya, tinggal telpon atau gesek kartu kredit. Tapi orang biasa kan tidak segampang itu.

Di tengah perjaanan dan kita tau persis bahwa ongkosnya tak cukup, apalagi yang kita bisa lakukan? Oke, kita menjual apa saja yang kita punya, atau kesana kesini meminta santunan. Tapi apa kita punya waktu?.  Yang pertama dan paling cepat, pasti kita nyari kontak- kontak di hendpone, kita sortir dan menghubungi mereka satu persatu. “Bro, Aku mau minta tolong, ..... dan sebagainya”.

Keadaan ini memang darurat, dan yakin, sangat tidak mengenakkan.

Mungkin menurut sebagian orang, ini Cuma kasus tertentu, tapi percaya sama saya, orang orang hebat yang sekarang jadi pengusaha sukses, jadi pejabat, artis atau apalah yang intinya hebat, pasti pernah melakukan ini.

Situasi terdesak dimana kita harus melakukan sesuatu secara cepat seperti ini, bagi sebagian orang adalah tantangan, dan salah satu bagian perjalanan hidupnya yang harus mulus dilalui. Sehingga kita harus mengerti beberapa hal;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun