Mohon tunggu...
Agung Prasetyo
Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Human Resources - Belajar dan Mengajarkan

Saat ini adalah mahasiswa MM Universitas Jenderal Soedirman.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Implementasi Big Data pada Sektor Publik di Indonesia, Sudah Sampai Mana?

2 Januari 2020   07:16 Diperbarui: 13 Januari 2020   04:48 5351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Shutterstock/Ekaphon maneechot via propertyinside.id

Data selalu menjadi tulang punggung masyarakat modern. Data dapat dihasilkan oleh individu, korporasi, dan pemerintah. Kemajuan teknologi memungkinkan data dihasilkan dari rancangan apa pun, di mana pun, dalam bentuk apa pun. 

Tantangannya adalah untuk "memahami", "mengelola" dan memanfaatkan data ini. Big data merupakan istilah umum dari jumlah masif yang didapatkan dari pengumpulan data dari berbagai sumber, yang terlalu besar, mentah, dan terlalu tidak terstruktur untuk dianalisis menggunakan teknik pengolahan database biasa.

Terdapat komponen-komponen utama yang harus dipenuhi untuk bisa disebut big data. Komponen itu adalah volume yang besar, kecepatan yang besar untuk data masuk kepada sistem analisis, variasi dari data baik data terstruktur maupun tidak terstruktur, variabilitas data pada setiap waktu, dan kompleksitas data yang masuk. 

Pemerintah sebagai pengelola negara dihadapkan pada tantangan untuk memiliki kemampuan dan memecahkan persoalan yang meliputi kompleksitas, keamanan, dan risiko terhadap privasi, juga teknologi dan sumberdaya yang diperlukan dalam pemanfaatan big data ini.

Big data penting untuk dikelola karena dapat mengurangi biaya dan waktu dalam penggunaannya sebagai media peramalan, penelitian dan pendukung pembentukan kebijakan publik, mengatasi masalah kesehatan masyarakat, hingga menguatkan pertahanan dan keamanan nasional.

Implementasi di bidang pemerintahan masih relatif baru di dunia dan sangat berbeda dari penggunaan big data di dunia bisnis. Penggunaan big data pada bisnis dan pemerintahan mempunyai perbedaan mendasar pada tujuan dan nilai.

Pada dunia bisnis, tujuan utama adalah untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan penyediaan barang dan jasa, membangun keunggulan kompetitif, memuaskan konsumen dan pemangku kepentingan lain dengan menambahkan nilai tambah.

Pada pemerintahan tujuannya adalah mempertahankan stabilitas domestik, mencapai pembangunan berkelanjutan, mengamankan hak-hak dasar warga negaranya, dan memajukan kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi.

Keputusan yang diambil dalam bisnis adalah keputusan jangka pendek dan dengan jumlah rantai pengamilan keputusan yang terbatas dalam lingkungan pasar yang kompetitif.

Sebaliknya, keputusan yang diambil di bidang pemerintahan biasanya memakan waktu yang lebih lama dan membutuhkan kesepakatan bersama dari setiap pemangku kepentingan baik pemerintah dan masyarakat.

Di luar perbedaan ini hal terdapat masalah mendasar untuk memulai pelaksanaan pemanfaatan big data setiap level pemerintahan di Indonesia. Pemerintah Indonesia adalah organisasi yang mempunyai banyak level dan percabangan. Tercatat terdapat 5 level horizontal yaitu desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan pusat. 

Setiap level horizontal dalam organisasi memiliki percabangan horizontal seperti kementerian-kementerian di level pusat hingga dinas-dinas di level kabupaten. 

Walaupun secara organisasi dan tata kelola setiap percabangan saling terhubung dengan setiap level, namun terjadi fenomena perbedaan data yang terjadi di setiap percabangan.

Sebagai contoh, kita bisa melihat perbedaan ini pada kasus jumlah warga miskin dan jumlah wajib pajak di mana data akan berbeda antara antara di level desa, kecamatan, setiap dinas yang terkait baik di level kabupaten dan provinsi, hingga setiap kementerian terkait di level pusat. 

Melihat fenomena perbedaan ini, kita akan merasa mahfum apabila kebijakan pemerintah seperti BPJS dan semua kartu yang diterbitkan pemerintah tidak tepat sasaran dan jumlah wajib pajak tidak sebanyak yang diperkirakan. Tentu hal tersebut akan memberatkan pemerintah baik secara keuangan dan manajerial.

Tahun lalu presiden menerbitkan Perpres 39/2019 tentang satu data yang merupakan langkah awal pengelolaan data secara menyeluruh dalam pemerintah Indonesia. Perpres ini diharapkan menjadi jalan dalam memecahkan masalah perbedaan data yang terjadi di pemerintah. Walaupun penerbitan perpres ini adalah langkah yang signifikan.

Namun perpres ini hanya terbatas pada pengelolaan data biasa dengan input terbatas, yang tentunya masih jauh dari pengelolaan big data yang terdiri dari banyak input, termasuk media sosial dan juga masih tertinggal dari negara-negara lain.

Sebagai contoh inisiatif yang dijalankan negara lain mengenai pemanfaatan big data ini adalah inisiasi AI SG tahun 2019 yaitu program pengembangan kecerdasan buatan dan pengelolaan big data oleh pemerintah Singapura.

Dengan dana 110 juta dollar AS selama 5 tahun dan inisiasi Bigdata Research oleh pemerintah Amerika Serikat dengan dana 200 juta dollar AS, mereka merangkul 9 badan yang berbeda untuk menyatukan pengelolaan big data.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar di dunia dan tingkat pemakaian data yang besar dan terus meningkat, tentu perlu dibarengi dengan inisiasi dan perhatian serius pemerintah untuk mengelola big data yang ada.

Hala tersebut harus dilakukan demi efektivitas, kecepatan, dan ketepatan pengambilan keputusan dan kebijakan untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun