Mohon tunggu...
Agung Prabowo
Agung Prabowo Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Leader" Generasi Solutif

23 November 2018   23:48 Diperbarui: 24 November 2018   00:12 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat diluar pintu minibus tua, aku berdiri tersenyum ramah dan mempersilahkan rombongan wisata pertamaku memasuki pintu minibus. Kuperhatikan satu-persatu raut wajah mereka yang gembira bercampur puas.

Terlebih lagi Kevin, anak laki-laki berumur 8 tahun itu tak henti-hentinya mengoceh kesana-kemari bersama ayah dan ibunya, yaitu Pak Lukman dan Ibu Prita. Menceritakan semua yang dilihatnya, dari mulai eloknya kupu-kupu berwarna-warni sampai beberapa tupai hutan yang loncat dari dahan pohon ke dahan pohon yang lain.

"Ayaah.. Ibuu... nanti kita kesini lagi ya ?." Pinta Kevin memelas.

"Iya Dek, nanti kita kesini lagi ya.." Jawab bu Prita dengan anggukan senyum.

"Asiiik... horeee.. nanti aku kesini lagi.."

Satu-persatu mulai dari Anggi dan Kanaya, dua orang mahasiswi dari kampus ternama di wilayah timur Indonesia mulai memasuki minibus. Dan rombongan terakhir adalah Mr. Fred, turis mancanegara yang berasal dari Austria ini yang juga ahli biologi mulai memasuki pintu minibus.

"Good job my man !. Proud of you. You're smart. I'm satisfied with your services." Ujarnya sambil menepuk pundakku perlahan.

"Thank you sir !." Jawabku tersenyum.

"Pak Her, ayo kita jalan." Pintaku pada Pak Her, sopir kepercayaanku yang mau bekerjasama denganku menyewa minibus tuanya.

 

Melihat raut wajah mereka yang gembira saat memasuki minibus. Aku pun jadi turut gembira sekaligus puas karena pada akhirnya aku berhasil menjalankan bisnis pertamaku sekaligus menjadi pemandu wisata dengan baik.

Pada pukul 5 sore, minibus yang dikemudikan Pak Her mulai berjalan meninggalkan pintu hutan konservasi menuju tempat penginapan kami di kota. Karena merasa lelah, terlihat olehku semua rombongan wisata pertamaku tertidur.

Setelah berjalan sejauh tiga setengah kilometer, minibus terasa mulai bermasalah. Dan benar saja, tepat setelah minibus kami melewati plang bertuliskan 4 KM, roda-roda minibus berhenti. Membuat penumpang di dalamnya terantuk kedepan tiba-tiba.

Aku dan Pak Her lekas keluar dari minibus, mengecek mesin dan semua fungsi yang ada di minibus.

"Oooh.. pantesan mogok. Air radiatornya bocor. Aduuh..."

Kulihat jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 17.30. Artinya 45 menit kemudian langit mulai gelap, malam mulai datang. Dengan aktivitas hewan-hewan malam yang akan keluar dari sarangnya untuk mencari mangsa. Dan terlebih lagi kami belum benar-benar keluar dari hutan. Maka ini adalah pertanda buruk untuk keselamatan kami.

Apalagi jarak dari minibus kami mogok ke tempat penginapan kami di kota masih cukup jauh, sekitar 31 km lagi. Perkampungan terdekat pun masih berjarak 6 km lagi. Dengan jalan di depan yang cukup berbahaya karena ada satu titik lokasi yang bersinggungan dengan jurang. Rasanya tidak akan mudah untuk kami jangkau ke perkampungan itu dengan berjalan kaki.

"Bapak mau coba sendiri kembali ke pondok untuk minta bantuan ke penjaga hutan." Tiba-tiba Pak Her bersuara, menawarkan diri.

Jelas, tawaran itu langsung kutolak dengan halus. Tak mungkin Pak Her sendiri atau kami berdua kembali ke pondok dengan berjalan kaki. Itu sama saja kami kembali masuk ke bagian hutan yang lebih gelap. Tidakkah nanti beresiko. Lalu bagaimana dengan rombongan wisata pertamaku yang kutinggalkan. Jelas, ini bukan solusi yang terbaik.

Satu-persatu rombongan wisata pertamaku menunjukkan gelagat mulai panik. Karena tak ada satupun dari kami yang membawa senter, peta, senjata tajam, dan bekal yang memadai kecuali Mr. Fred.

Dengan kakinya yang terkilir karena tergelincir saat melihat kuskus yang sedang duduk di depan sarangnya, Anggi merekam semua momen ketegangan ini dengan kamera mirrorless miliknya. Begitu juga dengan Kanaya yang begitu panik karena takut akan gelap terus menyalakan senter di hpnya.

 

Pak Lukman membantuku meyakinkan anggota yang lain untuk tetap tenang, dan meyakinkan kepada semuanya akan baik-baik saja.

"Pak Lukman, tolong dinyalakan senter hpnya." Pinta Kanaya cemas. Melihat kepanikan pada raut wajah Kanaya, Pak Lukman langsung menyanggupi.

Sementara itu, Kevin mulai didera rasa ketakutan dengan tak sedetikpun melepaskan tangan kedua orang tuanya. Namun Bu Prita dengan tenang menenangkan anaknya. Sambil menenangkan Kevin, Bu Prita mencoba menghubungi sanak keluarganya melalui telepon atau sms, dan juga melalui akun media sosial online miliknya.

"My man. I have permission to go to defecate." Ujar Mr. Fred. Ia izin buang air besar.

"Yes, sir. Take care of yourself." Jawabku.

"Of course my man." Jawabnya. Kemudian Mr. Fred mulai beranjak.

Sementara itu, Pak Her tak kalah cemasnya dengan yang lain. Sambil bolak-balik membongkar muatan di bagian belakang minibus dengan mimik wajah menyesal.

Kuputar otak sambil berjalan kecil memutar-mutar. Terbersit ide untuk mengontak rekan-rekanku yang tinggal di kota dekat penginapan. Juga menghubungi rumah penjaga hutan konservasi. Sinyal operator yang naik turun, butuh beberapa kali untuk bisa terhubung dengan mereka.

Sejak minibus berhenti pukul 17.30, sudah 15 menit berlalu. Aku sudah menghubungi rekan-rekanku yang menyanggupi membawa mobil sedan dengan kapasitas angkut 4 orang sekali jalan, meskipun 2 jam 15 menit baru akan tiba. Juga penjaga pintu yang menyanggupi menjemput dengan motor yang dapat menjemput satu-persatu untuk diinapkan di pondok sementara waktu.

Kemudian 15 menit berlalu, samar-samar cahaya lampu motor penjaga hutan terlihat mendekat. Untungnya pesan yang kutitipkan kepada penjaga hutan untuk membawa peralatan untuk memperbaiki minibus dan juga bekal, senter, serta senjata tajam disanggupi dan dibawa. Setidaknya kami jadi merasa aman, dan Pak Her bisa berusaha memperbaiki minibusnya.

Kuputuskan Anggi yang kakinya terkilir untuk dibawa terlebih dahulu untuk beristirahat di pondok. Kutitipkan pesan kepada penjaga hutan untuk dapat menjemput kami beberapa kali dikarenakan mobil jemputan akan lama datangnya.               

Setelah mengantarkan Anggi, kuputuskan Kevin lekas dibawa oleh penjaga hutan ke pondok. Karena Kevin beresiko sesak napas jika terlalu lama disini. Karena takut, maka Kevin dibonceng di depan motor.

Setelah mengantarkan Kevin, penjaga hutan kembali ke titik penjemputan dan kuputuskan Bu Prita untuk juga dibawa sekarang. Selain menemani Kevin di pondok, Bu Prita yang juga seorang Ibu pasti bisa merawat Anggi yang kakinya terkilir.

Setelah mengantarkan Bu Prita, penjaga hutan kembali. Dan kuputuskan untuk membawa satu-satunya perempuan yang tersisa yaitu Kanaya. Kutitipkan pesan kepada penjaga hutan untuk tidak perlu kembali, karena kulihat setelah bolak-balik menjemput dan mengantarkan, penjaga hutan terlihat lelah. Namun penjaga hutan menolak. Alasannya karena mengkhawatirkan keselamatan kami.

Setelah mengantarkan Kanaya, penjaga hutan datang kembali. Karena kami laki-laki, kami memilih menunggu jemputan mobil. Maka kami yaitu Pak Lukman, Mr Fred, Pak Her, aku dan penjaga hutan memutuskan membuat api unggun sambil berjaga-jaga dari segala aktivitas hewan malam. Agar lebih aman, kami memutuskan menunggu di dalam minibus. Dan kemudian aku membagi adil sisa-sisa perbekalan kami untuk dikonsumsi agar tidak lapar.

Setelah menunggu 2 jam 15 menit, tepat pukul 20.00 terlihat deru dan lampu depan mobil menyorot ke arah kami. Kami pun memutuskan untuk menuju pondok, dengan penjaga hutan menaiki motornya dan berjalan di depan.

15 menit perjalanan, sampailah kami di pondok. Aku segera memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Setelah itu aku segera meminta maaf atas semua yang terjadi. Beruntungnya semua mengerti dan memahami kejadian ini dengan baik.

Karena besok pagi, Kevin beserta Pak Lukman dan Bu Prita ada jadwal penerbangan pukul 07.00 pagi untuk menghadiri Kompasianival 2018. Maka setelah kupastikan mereka beristirahat secukupnya, kemudian kupersilahkan mereka untuk beranjak meninggalkan pondok menuju tempat penginapan di kota dengan rekanku. Kupinta maaf dari mereka kembali atas semua kejadian ini.

Akhirnya besok pagi, Pak Her dengan diantar penjaga hutan kembali ke titik lokasi saat mobil mogok. Kemudian penjaga hutan kembali lagi ke pondok untuk menjemputku dan mengantarkanku untuk membantu Pak Her.

Kami pun bertiga memperbaiki minibus secara bersama-sama hingga mesin minibus berhasil dinyalakan, dan kami kemudian kami kembali ke pondok untuk menjemput dan mengantarkan Anggi, Kanaya, dan Mr. Fred, kembali ke tempat penginapan di kota. Dan pada akhirnya semua selamat dan tidak kekurangan satu hal pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun