Mohon tunggu...
Agung Prabowo
Agung Prabowo Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Leader" Generasi Solutif

23 November 2018   23:48 Diperbarui: 24 November 2018   00:12 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada pukul 5 sore, minibus yang dikemudikan Pak Her mulai berjalan meninggalkan pintu hutan konservasi menuju tempat penginapan kami di kota. Karena merasa lelah, terlihat olehku semua rombongan wisata pertamaku tertidur.

Setelah berjalan sejauh tiga setengah kilometer, minibus terasa mulai bermasalah. Dan benar saja, tepat setelah minibus kami melewati plang bertuliskan 4 KM, roda-roda minibus berhenti. Membuat penumpang di dalamnya terantuk kedepan tiba-tiba.

Aku dan Pak Her lekas keluar dari minibus, mengecek mesin dan semua fungsi yang ada di minibus.

"Oooh.. pantesan mogok. Air radiatornya bocor. Aduuh..."

Kulihat jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 17.30. Artinya 45 menit kemudian langit mulai gelap, malam mulai datang. Dengan aktivitas hewan-hewan malam yang akan keluar dari sarangnya untuk mencari mangsa. Dan terlebih lagi kami belum benar-benar keluar dari hutan. Maka ini adalah pertanda buruk untuk keselamatan kami.

Apalagi jarak dari minibus kami mogok ke tempat penginapan kami di kota masih cukup jauh, sekitar 31 km lagi. Perkampungan terdekat pun masih berjarak 6 km lagi. Dengan jalan di depan yang cukup berbahaya karena ada satu titik lokasi yang bersinggungan dengan jurang. Rasanya tidak akan mudah untuk kami jangkau ke perkampungan itu dengan berjalan kaki.

"Bapak mau coba sendiri kembali ke pondok untuk minta bantuan ke penjaga hutan." Tiba-tiba Pak Her bersuara, menawarkan diri.

Jelas, tawaran itu langsung kutolak dengan halus. Tak mungkin Pak Her sendiri atau kami berdua kembali ke pondok dengan berjalan kaki. Itu sama saja kami kembali masuk ke bagian hutan yang lebih gelap. Tidakkah nanti beresiko. Lalu bagaimana dengan rombongan wisata pertamaku yang kutinggalkan. Jelas, ini bukan solusi yang terbaik.

Satu-persatu rombongan wisata pertamaku menunjukkan gelagat mulai panik. Karena tak ada satupun dari kami yang membawa senter, peta, senjata tajam, dan bekal yang memadai kecuali Mr. Fred.

Dengan kakinya yang terkilir karena tergelincir saat melihat kuskus yang sedang duduk di depan sarangnya, Anggi merekam semua momen ketegangan ini dengan kamera mirrorless miliknya. Begitu juga dengan Kanaya yang begitu panik karena takut akan gelap terus menyalakan senter di hpnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun