"Keberkahan Idul Fitri tidak diukur dari uang receh yang dibagikan, tetapi dari keikhlasan hati dan kebersihan harta yang kita miliki."
Seperti biasa, menjelang Hari Raya Idul Fitri, tradisi tukar-menukar uang receh terjadi dimana-mana. Ini menjadi pemandangan umum di masyarakat yang membutuhkan uang dalam pecahan kecil. Karenanya, banyak orang ingin mendapatkan pecahan uang kecil untuk dibagikan kepada anak-anak, atau kerabat sebagai bagian dari perayaan. Namun, di balik kebiasaan ini, ada satu hal yang jarang disadari: praktik riba yang terselubung dalam transaksi tersebut.
Riba dalam Tukar-Menukar Uang
Sering kali, penukaran uang dilakukan dengan adanya selisih nilai. Misalnya, seseorang menukarkan uang Rp100.000 dalam pecahan Rp5.000, tetapi harus membayar lebih, seperti Rp105.000. Perbedaan nominal ini, meskipun terjadi atas dasar suka sama suka, rida sama rida, termasuk dalam kategori riba.
Dalam Islam, pertukaran barang yang sejenis harus memenuhi dua syarat utama: sama nilai dan dilakukan secara tunai. Jika terdapat kelebihan dalam nilai tukar, maka transaksi tersebut masuk dalam kategori riba. Transaksi seperti ini jelas dilarang dalam syariat Islam. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyampaikan bahwa siapa yang menambah atau meminta tambahan dalam transaksi, maka ia telah melakukan riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya, sama-sama dalam dosa.
Kesepakatan Tidak Mengubah Keharaman Riba
Sebagian orang beranggapan bahwa jika transaksi dilakukan secara suka rela tanpa ada paksaan, maka hal tersebut menjadi sah dan halal. Namun, dalam Islam, kesepakatan antara kedua belah pihak tidak dapat mengubah hukum yang sudah ditetapkan syariat. Hal ini berbeda dengan transaksi jual beli barang dan jasa yang memang diizinkan dengan prinsip saling rida.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas suka sama suka di antara kamu."Â (QS. An-Nisa, 4: 29)
Namun, penting untuk dicatat bahwa prinsip saling rida dalam ayat ini hanya berlaku untuk transaksi yang halal. Adapun riba, meskipun dilakukan dengan kesepakatan bersama, tetap haram karena bertentangan dengan hukum syariat.
Jangan Tertipu! Ini Bukan Upah, Tapi Riba