"Menulis adalah perjalanan hati yang diam-diam menyentuh jiwa orang lain. Ketika tulisanmu lahir dari ketulusan, ia akan menemukan pembacanya sendiri."
Setiap penulis memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang menulis untuk berbagi gagasan, ada yang menulis untuk healing, dan ada pula yang menulis demi pengakuan. Ada juga yang menulis, hanya karena ingin memanfaatkan waktu yang kurang produktif, menjadi isian waktu yang lebih baik. Semua tujuan tersebut sah-sah saja, dan memiliki tempatnya masing-masing.
Namun, ada satu hal yang perlu kita sadari: label Artikel Utama (AU) atau tulisan pilihan, bukanlah tujuan akhir, melainkan bonus dari proses menulis yang berkualitas. Bila ini yang kita lakukan, maka kita akan menulis mengalir begitu saja, tanpa beban.
Hanya saja, ketika kita terlalu fokus pada pengakuan eksternal, ini bisa bikin kita repot sendiri. Kita akan mudah merasa lelah, kurang gairah, dan pada akhirnya: kehilangan esensi menulis yang sejati.
Ya, menulis bukan sekadar merangkai kata, tetapi juga soal rasa. Soal jiwa. Di setiap kalimat yang kita susun, ada ruh yang dititipkan, ada emosi yang tersampaikan, dan ada energi yang mengalir hingga menyentuh hati pembaca. Karena hati, hanya bisa disentuh dengan hati.
Kunci Menulis yang Berkualitas
Ada banyak versi atau pendapat, bagaimana menulis yang berkualitas itu. Namun, menurut penulis pribadi, sejauh ini setidaknya kuncinya ada empat.
1. Menulis dengan hati. Ingat, hati hanya bisa disentuh dengan hati. Karenanya, tulis dari hati, bukan sekadar mengejar tren atau popularitas. Ketika tulisan lahir dari ketulusan, pembaca akan merasakan kedalaman makna yang kita sampaikan.
2. Riset yang matang. Tulisan yang kuat lahir dari fondasi riset yang solid. Data yang akurat dan sudut pandang yang unik akan memperkaya isi tulisan. Kalau susah, kumpulkan 4 hingga 8 tulisan sejenis, dan ambil benang merahnya. Tentu, tulisannya harus jadi tulisan baru. Jangan copy paste, plek jiplak, kutipan-kutipan dari berbagai sumber dan dirangkai bagus. Itu jangan. Tapi, ambil ide pokoknya, lalu sampaikan dengan bahasa dan gaya sendiri.
3. Konsistensi dan ketekunan. Teruslah menulis, meskipun tidak langsung mendapat apresiasi. Proses ini yang akan membentuk kualitas dan karakter kita sebagai penulis.