Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pemimpin Sejati Tak Tinggalkan Jejak Kekuasaan, Tapi Warisan yang Menghidupkan Peradaban

14 Maret 2025   12:37 Diperbarui: 13 Maret 2025   21:06 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari Habibie kita belajar: kekuasaan itu sementara, tapi warisan yang bermakna akan hidup selamanya.|Foto: Kompas.com/IST

Senyatanya, kekuasaan itu tak pernah benar-benar korup, apalagi cenderung korup. Mengapa? Mari kita renungkan lebih dalam.

Apakah benar kekuasaan yang merusak moral seseorang? Atau justru, kekosongan nilai dan integritas dalam diri pemimpinlah yang menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk menindas, memperkaya diri, dan memuaskan ambisi pribadi?

Sebab pada hakikatnya, kekuasaan hanyalah alat yang memperbesar karakter asli sang pemimpin. Jika ia berjiwa besar, kekuasaan menjadi energi transformasi. Namun, jika jiwanya kerdil, kekuasaan menjelma menjadi senjata penindasan.

Faktanya, kekuasaan hanyalah alat. Di tangan seorang pemimpin yang berintegritas, kekuasaan menjadi energi transformatif yang mampu menciptakan sistem yang adil, budaya kerja yang sehat, dan mindset yang progresif. Sebaliknya, di tangan yang tamak, kekuasaan menjelma menjadi senjata untuk mengontrol, menekan, dan menindas.

Jadi, masalahnya bukan pada kekuasaan, tetapi pada "sistem nilai" yang bersemayam di hati sang pemimpin. Pemimpin yang berjiwa besar akan meninggalkan warisan transformasi.

Pemimpin yang berjiwa kecil hanya akan meninggalkan jejak kerakusan. Kuncinya? Mindset, sistem, dan budaya yang dibangun. Karena kekuasaan hanya memperbesar karakter asli seseorang.

Tinggalkan Jejak Kekuasaan atau Warisan yang Bermakna

Dalam dunia kepemimpinan, banyak orang berlomba-lomba untuk meninggalkan jejak kekuasaan. Mereka ingin dikenang sebagai sosok yang berpengaruh, yang pernah duduk di kursi tertinggi dan memegang kendali. Namun, apakah itu benar-benar warisan yang bermakna?

Pemimpin yang hebat tidak diingat karena kekuasaan yang pernah mereka genggam, melainkan karena transformasi yang mereka ciptakan dan kebermaknaan yang mereka tinggalkan. Kekuasaan bersifat sementara, tetapi perubahan yang membangun sistem, membentuk mindset, dan menanamkan budaya kerja yang positif akan terus hidup dan berkembang, bahkan setelah sosok pemimpin itu tiada.

Warisan Transformasi dan Kebermaknaan itu, setidaknya terlihat dari 4 ciri ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun