Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengungkap Dugaan Pelanggaran Merit System dari 7 Perspektif Profesional

9 Maret 2025   07:35 Diperbarui: 9 Maret 2025   07:35 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanpa meritokrasi, kompetensi terabaikan dan keadilan hanya jadi ilusi.|Foto: washingtonpost.com

"Ketika meritokrasi diabaikan, harapan berubah menjadi kekecewaan, dan profesionalisme tergantikan oleh kepentingan pribadi. Bangun sistem yang adil, atau bersiap menghadapi kepercayaan yang runtuh."

Coba bayangkan, Anda telah mengabdikan diri selama bertahun-tahun, bekerja keras, mengembangkan keahlian, dan menunjukkan kinerja luar biasa. Namun, ketika kesempatan promosi tiba, posisi yang seharusnya Anda tempati justru diberikan kepada seseorang yang kurang kompeten—hanya karena ia memiliki hubungan dekat dengan penguasa. Bagaimana perasaan Anda?

Inilah realitas pahit yang terjadi ketika merit system diabaikan dalam institusi publik. Jabatan yang seharusnya diperoleh berdasarkan prestasi malah jatuh ke tangan mereka yang memiliki koneksi, bukan kualifikasi. Hasilnya? Profesionalisme runtuh, birokrasi menjadi tidak efektif, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin terkikis.

Kasus-kasus dugaan pelanggaran merit system semakin marak, menimbulkan pertanyaan besar: Apakah birokrasi kita benar-benar dikelola secara adil dan profesional? Artikel ini akan membedah fenomena tersebut dari tujuh perspektif profesional, mengungkap fakta-fakta mengejutkan di balik praktik kepegawaian yang menyimpang, serta dampak buruknya terhadap institusi publik dan masyarakat luas.

Merit System di Institusi Publik Antara Prinsip dan Realita

Dalam tata kelola pemerintahan modern, merit system adalah pilar utama dalam pengelolaan sumber daya manusia yang profesional, berintegritas, dan berkinerja tinggi. Merit system memastikan bahwa rekrutmen, promosi, dan pengelolaan pegawai berbasis pada kualifikasi, kompetensi, serta kinerja, bukan pada faktor politis atau nepotisme. Namun, dalam praktiknya, terdapat indikasi bahwa jabatan publik di beberapa institusi justru mengabaikan prinsip ini, menyebabkan degradasi profesionalisme dan akuntabilitas.

Pelanggaran terhadap merit system bukan sekadar persoalan administratif, tetapi memiliki dampak luas terhadap efektivitas birokrasi dan kepercayaan publik. Artikel ini akan mengupas fenomena pelanggaran merit system dari tujuh perspektif utama serta membahas konsekuensi dan solusi untuk memperbaiki sistem kepegawaian di institusi publik.

Esensi Merit System: Tujuan, Manfaat, dan Dampaknya

Dalam sistem pemerintahan yang ideal, setiap jabatan publik seharusnya diisi oleh individu yang memiliki kompetensi, integritas, dan rekam jejak kinerja yang mumpuni. Inilah esensi dari merit system, sebuah prinsip yang bertujuan untuk menciptakan aparatur sipil negara (ASN) yang profesional, netral, dan berorientasi pada kinerja.

Dengan menerapkan merit system secara konsisten, pemerintah tidak hanya membangun birokrasi yang solid, tetapi juga memastikan bahwa setiap keputusan kepegawaian diambil berdasarkan kriteria objektif, bukan kepentingan politik atau hubungan pribadi. Hal ini menjadi landasan utama dalam menjaga kualitas tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun