"Reputasi yang dibangun bertahun-tahun, itu bisa runtuh dalam sekejap. Hadapi pemberitaan negatif dengan kebijaksanaan, bukan emosi. Transparansi, ketenangan, dan strategi yang tepat akan membawa kebenaran kembali ke permukaan."
Pernah merasa dunia seolah runtuh saat berita negatif tentang Anda, atau lembaga / perusahaan tiba-tiba memenuhi headline? Tidak heran, dalam dunia media, ada pepatah terkenal: "Bad news is good news." Berita buruk justru lebih menarik, lebih cepat viral, dan lebih lama diingat.
Bagi bisnis dan profesional, mengelola berita buruk bukan sekadar menahan badai, tapi tentang bagaimana mengubah krisis menjadi peluang.
Di era digital yang serba cepat, informasi dapat menyebar dalam hitungan detik. Sayangnya, tidak semua pemberitaan mencerminkan keseimbangan dan objektivitas jurnalistik. Trial by the press - proses di mana individu atau institusi dihakimi oleh opini publik berdasarkan pemberitaan media, sering kali tanpa melalui proses hukum yang sah - dapat menghancurkan reputasi dan kredibilitas dalam sekejap.Â
Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi perusahaan, tokoh publik, dan organisasi, sehingga dibutuhkan strategi yang cermat dan berbasis penelitian dalam menanganinya.
Lalu, bagaimana cara menghadapi trial by the press tanpa panik dan blunder? Mari kita bahas strategi bijak dalam mengelola pemberitaan negatif!
Artikel ini akan membahas langkah-langkah terbaik dalam menghadapi trial by the press, didukung oleh kajian akademik, studi kasus dari perusahaan terkemuka, serta best practices yang dapat menjadi pedoman bagi para pemimpin dan profesional komunikasi.
Mengapa Informasi Negatif Menyebar Lebih Cepat?
Dari perspektif analisis psikologis dan sosial, memang manusia cenderung lebih mudah terpengaruh oleh informasi negatif daripada informasi positif. Fenomena yang sudah lama ini, didukung oleh berbagai penelitian. Baumeister et al. (2001) menemukan bahwa peristiwa negatif memiliki dampak lebih kuat dan bertahan lebih lama dalam ingatan dibandingkan peristiwa positif. Inilah  suatu kecenderungan yang dikenal sebagai negativity bias. Vosoughi et al. (2018) menambahkan bahwa berita palsu (hoaks) dan informasi negatif menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada berita benar, terutama karena konten tersebut memicu emosi kuat seperti kemarahan atau ketakutan.
Penyebaran informasi negatif juga dipengaruhi oleh faktor emosional dan dinamika kelompok. Berger & Milkman (2012) menunjukkan bahwa artikel yang memicu emosi tinggi, baik positif maupun negatif, lebih mungkin dibagikan, tetapi emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan memiliki efek lebih kuat. Del Vicario et al. (2016) menemukan bahwa informasi negatif atau kontroversial menyebar lebih cepat dalam kelompok homogen karena adanya echo chamber dan confirmation bias. Selain itu, Pew Research Center (2019) mengungkapkan bahwa paparan berita negatif yang terus-menerus dapat meningkatkan kecemasan dan ketidakpercayaan terhadap institusi. Dengan demikian, kombinasi faktor psikologis, emosional, dan struktural media sosial menciptakan lingkungan di mana informasi negatif menyebar cepat dan memiliki dampak signifikan.