"Adaptabilitas adalah seni bertahan dalam ketidakpastian dan menari di tengah perubahan. Ia adalah kunci untuk membangun sistem perkeretaapian yang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang."Â
Pada tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 melanda dunia, Japan Railways (JR) menghadapi tantangan besar: penurunan penumpang hingga 90%. Namun, dalam hitungan bulan, JR berhasil beradaptasi dengan mengintegrasikan sistem pemesanan tiket online, meningkatkan protokol kesehatan, dan mengoptimalkan rute kereta untuk menghemat biaya operasional. Hasilnya? Mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi contoh global tentang bagaimana adaptabilitas dapat menyelamatkan industri transportasi di tengah krisis.Â
Contoh nyata lainnya dari adaptabilitas saat pandemi COVID-19 melanda, terlihat pada Deuthsche Bahn. Deutsche Bahn di Jerman ini segera mengadopsi teknologi digital untuk memastikan operasional tetap berjalan, mulai dari pemesanan tiket online hingga sistem pemantauan jarak jauh. Hal serupa juga diterapkan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI), yang mempercepat digitalisasi layanan untuk meningkatkan efisiensi dan kenyamanan penumpang.
Kisah JR dan Deuthsche Ban ini relevan dengan kondisi Indonesia, yang sedang berupaya membangun Sistem Perkeretaapian yang Handal, Berdaya Saing Global, Berkelanjutan, dan Berbasis Teknologi Cerdas. Dalam era disrupsi yang semakin cepat, adaptabilitas bukan lagi sekadar pilihan - ia adalah keharusan.Â
Mengapa Adaptabilitas Begitu Krusial?Â
Adaptabilitas adalah kemampuan untuk merespons perubahan dengan cepat dan efektif. Dalam konteks perkeretaapian, ini berarti menciptakan sistem yang fleksibel, responsif, dan berkelanjutan. Menurut laporan McKinsey (2023), 65% perusahaan transportasi global telah mengalihkan fokus mereka ke teknologi digital dan keberlanjutan sebagai respons terhadap perubahan pasar dan regulasi.Â
Di Indonesia, adaptabilitas menjadi kunci untuk menghadapi tantangan seperti urbanisasi yang cepat, perubahan iklim, dan revolusi industri 4.0. Misalnya, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak hanya tentang kecepatan, tetapi juga tentang bagaimana sistem ini dapat beradaptasi dengan kebutuhan masa depan, seperti integrasi dengan transportasi publik lainnya dan penggunaan energi terbarukan.Â
Pilar Adaptabilitas dalam Sistem Perkeretaapian Nasional Â
Untuk membangun sistem perkeretaapian yang adaptif, setidaknya ada empat pilar yang harus diperkuat:Â
1. Resiliensi terhadap multi disrupsi. Sistem perkeretaapian harus mampu bertahan dalam berbagai kondisi, mulai dari bencana alam hingga krisis ekonomi. Contohnya, PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah mengembangkan sistem pemantauan jalur kereta berbasis IoT untuk mendeteksi gangguan secara real-time.Â