"Dalam hidup, turun kelas bukan berarti jatuh. Terkadang, tawa di gerbong ekonomi lebih mengangkat kita daripada kenyamanan di kelas eksekutif."
Di sebuah kereta api kelas ekonomi yang penuh sesak, seorang penumpang baru saja membaca berita tentang penurunan kelas menengah. Ia pun bergumam pada diri sendiri, "Wah, ternyata banyak juga yang ikut-ikutan naik kereta ekonomi seperti saya. Mungkin kelas menengah itu lagi pada diet, biar lebih ramping dompetnya."
Penumpang di sampingnya yang mendengar itu langsung tertawa terbahak-bahak. "Betul juga ya! Mungkin mereka lagi ikut program 'Turun Kelas, Naik Kebahagiaan'. Siapa tahu kan, naik kereta ekonomi bikin kita lebih bersyukur sama kehidupan."
"Iya, mungkin mereka lagi nyari inspirasi buat nulis novel tentang perjuangan hidup," sahut penumpang lainnya sambil tersenyum. "Judulnya bisa 'Dari Kelas Menengah ke Kelas Menengah Bawah: Sebuah Petualangan Mencari Diri'. Atau mungkin 'How to Survive Being Middle Class in a Developing Country'."
Tiba-tiba, seorang penumpang yang terlihat agak tua menimpali, "Anak-anak zaman sekarang memang kreatif ya. Dulu waktu saya muda, kalau kelas menengah turun kelas, ya berarti bener-bener suzzahh. Sekarang mah, malah jadi bahan guyonan. Aset cerita buat komika, dan meme segala."
"Iya, Pak. Mungkin karena zaman sekarang banyak yang punya daftar 'by name by address' kali ya," timpal penumpang muda tadi. "Jadi, kalau ada yang susah, tinggal dicek daftarnya. Kayak lagi bagi-bagi hadiah doorprize gitu."
"Tapi serius nih," lanjut penumpang tua itu, "Saya khawatir kalau terus begini, kelas menengah jadi spesies langka yang harus dilestarikan. Makanya, kita harus bikin konservasi kelas menengah dong!"
Semua penumpang tertawa terbahak-bahak mendengar usulan itu. "Ide bagus! Kita jugs bisa bikin WA Grup kelas menengah yang tabah. Isinya ya orang-orang kelas menengah yang lagi pada stres karena utang."
"Atau kita bikin reality show aja," usul penumpang lainnya. "Judulnya 'Survival of the Middle Class'. Dijamin seru! Kita bisa lihat gimana cara mereka bertahan hidup di tengah gempuran ekonomi."
"Tapi ingat ya," kata penumpang pertama, "Yang penting jangan sampai kita ikut-ikutan miskin ekstrem. Nanti nggak bisa beli smartphone terbaru lagi."
Semua penumpang kembali tertawa terbahak-bahak. Mereka menyadari bahwa meskipun kondisi ekonomi sedang sulit, mereka masih bisa menemukan humor dalam situasi tersebut. Toh, tertawa itu gratis, dan bisa membuat hati jadi lebih ringan. Setidaknya, sepanjang perjalanan.