"Pemimpin yang bijaksana adalah mereka yang memahami betapa pentingnya menggunakan akal sehat dan mendengarkan nasihat."
Di sudut gelap zaman yang bergulir, terbentanglah cerita tentang para pemimpin dan pejabat. Mereka, yang diberi amanah untuk membimbing, melindungi, dan melayani rakyat dengan kebijaksanaan dan keadilan, kadang-kadang terjerat dalam kepompong kesombongan dan keangkuhan. Dalam perut bumi yang gersang, terpahatlah kisah tentang mereka yang mengenakan jubah kekuasaan, namun menutup mata dan telinga mereka dari panggilan kebenaran.
Seakan berbicara dalam lirik ayat yang diturunkan dari langit, kita mendengar sang Pencipta berkata, "Tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin-Ku. Allah menimpakan azab kepada orang yang tidak mau mengerti." (Surah Yunus 10:100). Begitu indahnya petuah ini, namun sebagian dari mereka memilih untuk membatukan hati mereka terhadap kebenaran, menguburkan akal sehat di balik tirai keduniawian yang sementara.
Bisakah kita melupakan bagaimana Allah mengingatkan kita, "Sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam dengan banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah. Mereka memiliki mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah. Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan ajaran-ajaran Allah. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang lengah." (QS Al-A'raf 7:179).
Mereka seperti hewan. Hewan bisa mematuhi perintah tuan yang mengurusnya meski ia tidak mengerti apa-apa. Hewan bekerja seperti arahan dan petunjuk tuannya karena rasa terima kasih (syukur) atas kebaikan tuannya. Manusia kafir lebih mementingkan keinginan hawa nafsunya, padahal ia diciptakan untuk beribadah.
Betapa mirisnya gambaran ini, ketika hati yang seharusnya menjadi pangkal kebijaksanaan, terkunci dalam keegoisan, dan mata yang seharusnya menjadi penuntun jalan, terpejam dalam keserakahan.
O, pemimpin! Janganlah kau biarkan dirimu terperangkap dalam ilusi kebesaran dunia, ketika kebenaran mengetuk pintumu dengan gemanya yang halus. Janganlah kau jadikan telingamu tuli terhadap seruan akal sehat, seperti yang diingatkan,
"Hai, orang-orang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jangan kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar perintah-perintah-Nya." (QS Al-Anfal 8:20). Dan "Sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka, tentu Allah jadikan mereka dapat mendengar. Jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar, pasti mereka tetap tidak mendengar dan memalingkan diri." QS Al-Anfal (8:23). Pengandaaian di ayat ini bukan berarti Allah tidak tahu, melainkan Allah Mahatahu bahwa pada mereka tidak ada kebaikan.
Bukalah pintu hatimu yang terkunci, agar cahaya kebenaran dapat menyinari jalanmu yang gelap. Karena, bila tidak, konsekuensinya sangatlah serius: "Mereka tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak dapat kembali" - QS Al-Baqarah (2:18).
Mereka itu tidak tuli, bisu, dan buta secara harfiah. Mereka bisa mendengar, berbicara, dan berbicara secara lahir, hanya saja hati mereka sudah mati. Jika Cahaya jiwa seseorang telah padam, sama saja seperti hidup dalam kegelapan sehingga kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan lebih memperturutkan hawa nafsu demi mendapatkan segala hal yang diinginkannya.