Pasca penentuan presiden dan wakil presiden terpilih Indonesia, kini ramai diperbincangkan wacana soal rekonsiliasi serta susunan menteri Indonesia. Berbagai headline baik media cetak maupun online gencar memberitakan wacana perebutan kursi menteri hingga syarat rekonsiliasi pihak oposisi.Â
Sebagimana narasi salah satu anggota partai koalisi, PKB, yang nyaring meminta jatah 10 kursi menteri  atau wacana Presiden yang ingin mengangkat menteri muda. Uraian ini berusaha untuk membongkar wacana dibalik upaya pengangkatan menteri muda, apakah hal tersebut sebagai bagian afirmasi terhadap pemuda atau hanya sebatas mengikuti permainan bahasa bertajuk millenial?
Selama ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga adalah pengembangan tusi soal kepemudaan. Sebelum membahas lebih lanjut, pertama mari kita pahami siapa dan apa itu pemuda?Â
Sebagian orang mengatakan bahwa pemuda adalah masa transisi yang selalu dilalui oleh setiap orang. Pada sisi lain terdapat narasi bahwa pemuda adalah generasi yang selalu mengikuti modernitas dunia dan berperilaku hura-hura, atau banyak juga yang mengatakan bahwa pemuda adalah agen perubahan.Â
Merujuk UU No 40 tahun 2009 tentang kepemudaan, pemuda diartikan sebagai warga negara yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16-30 tahun. Jelas disebutkan pada UU tersebut bahwa usia pemuda berada pada rentang 16-30 tahun. Namun, saat terdapat wacana menteri muda banyak orang merasa dirinya muda padahal usianya telah lebih dari itu.
Selama ini banyak anggapan yang meletakkan pemuda sebagai generasi patologis. Ungkapan tersebut seringkali keluar dari pernyataan generasi sebelumnya atau generasi tua. Namun, tulisan ini tidak akan terjebak pada oposisi tersebut. Sejatinya telah banyak upaya afirmasi terhadap pemuda yang telah dilakukan mulai dari mendorong kegiatan pemuda kreatif atau program pengusaha muda, serta sekolah politisi muda. Akan tetapi, perlu dikaji secara jeli apakah upaya tersebut bertujuan menjadikan pemuda sebagai subjek atau seolah menjadikan subjek namun logikanya tetap sebagai objek?
Hal tersebut yang perlu kita urai. Sama hal nya dengan upaya Presiden mengenai menteri muda, apakah hal tersebut menjadi upaya pemosisian pemuda sebagai subjek atau hanya sebatas memanfaatkan kata "pemuda", terlebih Indonesia akan menghadapi bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif akan lebih banyak ketimbang usia non-produktif. Saat ini sering kita dengar istilah "millenial" sebenarnya apa arti kata tersebut dan hubungannya dengan wacana menteri muda?
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informasi, istilah tersebut berasal dari kata millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya, yang menjadi penanda kelahiran generasi antara tahun 1980-1990 dan awal 2000-an. Hal ini mengartikan bahwa generasi millenial bukan hanya menjadi tanda perbedaan tahun kelahiran dengan generasi sebelumnya, tetapi terdapat perbedaan budaya dan tantangan yang lekat dengannya.
 Apakah upaya presiden untuk mengangkat menteri muda adalah bagian untuk beradaptasi dengan tantangan baru tersebut, terlebih perkembangan revolusi 4.0 membawa perubahan mendasar saat teknologi bukan sebatas benda mati melainkan khalik baru.