Mohon tunggu...
Agung Dwi
Agung Dwi Mohon Tunggu... Editor - When the night has come

Menulis - Menyunting - Mengunggah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kekasih Bayangan

24 Oktober 2019   17:27 Diperbarui: 24 Oktober 2019   19:14 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekasih Bayangan (istimewa).

"Sama-sama." Andaru mencium kening istrinya, istrinya membalas ciumannya. Istrinya mematikan lampu. Mereka berpelukan. Namun, pikiran Andaru masih tak bisa lepas dari Kekasih Bayangan. 

***

Ketika pertama bertemu, mereka tidak pernah berpikir akan hidup bersama, dalam satu atap, berbagi apa pun di dalam ruangan yang sama. Andaru bukan tipe orang yang gampang tertarik dengan perempuan. Bertemu dengan seseorang yang mau dengan dirinya sudah menjadi hal luar biasa. Istrinya, anehnya, juga setipe. Mereka juga bukan jenis manusia yang bakal mudah bicara dengan orang asing.

Mereka tiba-tiba bertemu di satu waktu yang tak direncanakan. Tengah malam. Ya, tengah malam. Baik Andaru dan istrinya berlari dari pintu stasiun menuju peron kereta. Sebenarnya jaraknya tak terlalu jauh, sekitar 500-700 meter. Tapi karena buru-buru segalanya seperti kehilangan kendali. Mereka ketinggalan kereta saat baru saja mencapai ujung terdekat peron. Kereta baru saja berjalan beberapa meter.

Napas keduanya tersengal-sengal. Andaru memegang lutut. Jantungnya tidak karuan. Ia bukan tipe orang yang suka berlari. Hanya beberapa meter saja, keringat sudah bercucuran dan jantung sudah tak terkendali. Andaru tidak sendirian. Beberapa orang juga turut ketinggalan. Salah satunya yang bakal menjadi istrinya.

Sekitar tujuh tahun yang lalu---tidak seperti sekarang---transportasi paling efektif untuk menuju Jakarta dari Bogor adalah kereta listrik. Dan, jika ketinggalan, tak ada pilihan lain. Tidak ada bus yang beroperasi selepas pukul 9 malam. Menggunakan taksi akan menghabiskan uang terlalu banyak. Satu-satunya jalan hanya menunggu kereta pertama berangkat dari Bogor. Kereta itu baru ada empat jam dari waktu mereka ketinggalan kereta terakhir.

"Achggrrr..." kata Andaru. Perempuan yang nantinya jadi istrinya juga mengeluh, tapi dalam hati. Mereka berdua duduk di kursi peron yang sama. Masing-masing berada di salah satu ujung terjauh. Keduanya mengeluarkan ponsel, mencoba mencari alternatif untuk bisa ke Jakarta. Tapi, apa yang kamu harapkan. Jakarta masih berjarak 40-an km.

Beberapa orang yang ketinggalan memilih menginap di stasiun. Hanya sedikit orang yang memilih menggunakan angkot yang tentu saja harus menyambung berkali-kali untuk sampai. Juga, keamanan tidak terjamin.

Saat mereka mengingat-ingat pertemuan mereka pertama kali---dan kebanyakan saat mereka akan tidur maupun saat menyesap minuman hangat bersama di meja makan---baik Andaru maupun istrinya, saling menerka siapa sebenarnya yang membuka pembicaraan. Istrinya bilang, Andaru yang memulai. Tapi, seingat Andaru istrinyalah yang berinisiatif.

"Sepertinya kamu duluan," kata Andaru. Lampu kamar mereka telah padam. Cahaya remang dari luar jendela apartemen menembus celah jendela, juga menerabas kain gorden. Gelap, tapi tidak terlalu gelap. Mereka suka bercerita sebelum tidur.

"Tidak. Kamu," sela istrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun