Mohon tunggu...
Agung Kuswantoro
Agung Kuswantoro Mohon Tunggu... Administrasi - UNNES

Pengin istiqomah dan ingin menjadikan menulis menjadi kebiasaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Fitri", Bukan Lebarannya

11 Juni 2018   13:44 Diperbarui: 11 Juni 2018   14:03 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(surabaya.tribunnews.com)

Tak terasa Ramadhan akan selesai. Bulan yang penuh hikmah, akan kembali ke Allah pada tahun depan. Namun, "Sadarkah kita, jika Ramadhan akan kembali ke Allah?

Pertanyaan di atas hanya, pribadi manusia saja yang mengetahui. Profesi apa pun tidak bisa menduga atau menjawab pertanyaan tersebut. Hanya diri manusia dan Allah.

Mengapa? Karena, puasa itu ibadah rahasia. Puasa adalah ibadah yang hanya diketahui oleh manusia yang bersangkutan dan Allah. Mulut boleh berkata "saya puasa pada pagi ini." Tetepi, pada kenyataannya bahwa siang hari, ia makan siang di warung makan.

Orang lain tidak ada yang tahu, kecuali penjual makanan di warung tersebut. Lalu, setelah dari warung, ia mengatakan kepada orang yang berada di sekitarnya, dengan kalimat, "saya masih berpuasa di hari ini."

Sah-sah saya mulut orang tersebut berkata sebagaimana di atas. Karena, ibadah puasa berkaitan dengan kerahasiaan. Kejujuran menjadi "kunci" dalam menjalankan ibadah puasa.

Sehingga, tujuan mulia dalam ibadah puasa yaitu takwa, tak cuma-cuma diraihnya dengan mudah. Dibutuhkan perjuangan dan karakter yang mulia.

Tak heran, jika tujuan akhir pada bulan Ramadhan adalah menjadi pribadi yang fitri atau suci. Bukan, perayaan yang mewah atau ramai pada malam takbiran.

Orang yang dicari dalam berpuasa adalah "fitrinya". Sucinya. Sehingga, semakin mendekati Idul Fitri, maka semakin "kencang" ibadahnya. Ia tidak sibuk ke pusat perbelanjaan untuk menghadiri "mid night discount", di mana ada "zakat mall" (bukan zakat mal). Ia tidak sibuk mencari model baju baru untuk dipakai di hari lebaran. Ia tidak sibuk mencari penjahit untuk menjahitkan bahan bajunya.

Ia sibuk berzikir. Ia tetap fokus berpuasa. Ibadah sunah tetap ia jalankan, seperti solat tarawih, witir, tahajud, tadarus, itikaf, dan amalan solih lainnya. Konsentrasinya dia ada pada menggapai "fitrinya", bukan lebarannya. Jika lebarannya, maka ia berpikiran pada liburan Idul Fitri, seperti berwisata, makan di restoran, berkumpul dengan teman, dan "kesenangan" yang lainnya.

Oleh karenanya, "fitri" itu untuk orang tertentu. Tetapi, lebaran untuk semua orang. Tidak semua orang mendapatkan "fitri", hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya.

Lalu, pertanyaannya adalah "Siapakan yang mendapatkan fitri? Jawabnya adalah orang yang tetap berpuasa dan menjalankan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan hingga tuntas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun