Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Merengkuh Asa Pasca Bara

5 November 2014   11:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:35 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_371995" align="aligncenter" width="614" caption="suasana kebakaran- dokpri"][/caption]

Sebagai orang lapangan waktu saya habis di jalanan, untuk memenuhi janjian satu ke janjian berikutnya. Jeda janjian pertama dan berikutnya kadang sampai satu dua jam, maka saya manfaatkan untuk mampir ke toko buku atau kalau ada acara pameran mampir, sekalian makan siang dan sholat duhur. Sejak ngompasiana kamera saku atau kamera handphone selalu siap siaga, mengabadikan hal unik, menarik bahkan aneh yang ada di jalanan. Setelah beberapa gambar terbidik baru kepala ini berputar, sambil motor berjalan mencari ide sembari memikirkan apa yang akan ditulis besok pagi. Kebiasaan saya menulis sambil menanti adzan subuh, kemudian kalau sudah siap dipadupadankan dengan foto tinggal posting.

[caption id="attachment_371996" align="aligncenter" width="619" caption="kesibukan petugas damkar"]

1415134080508491701
1415134080508491701
[/caption]

Tanggal 27 November 2014 saat saya sedang diperjalanan, tampak asap hitam tebal membumbung. Kebakaran sedang terjadi di sebuah kantor Event Oganiser berhimpit dengan rumah petakan, tepatnya di komplek perumahan Perdagangan. Gas motor segera saya tarik lebih kencang, tak ingin rasanya ketinggalan momentum. Sampai di lokasi saya musti berdesakkan dengan warga, dan menahan panas bara api yang sudah membesar. Beberapa moment berhasil saya abadikan dalam gambar, ketika petugas pemadam kebakaran panik dan serba buru buru. Keesokkan harinya saya olah gambar dan tulisan dalam bentuk artikel, sebuah postingan reportase nyempil di wall Kompasiana, tepatnya di rubrik berita regional bertajuk Menjinakkan Si Jago Merah

[caption id="attachment_371997" align="aligncenter" width="614" caption="api sudah padam- dokpri"]

14151342391400559359
14151342391400559359
[/caption]

[caption id="attachment_371999" align="aligncenter" width="566" caption="sore hari usai kebakaran"]

14151344592137329921
14151344592137329921
[/caption]



Sore di hari yang sama ketika hendak pulang kembali ke rumah, saya sempatkan mampir ke lokasi. Kondisi sore sudah tak seramai menjelang siang tadi, rumah sudah hangus rata dengan tanah. Lokasi lengang sehingga tak ada orang yang bisa saya "intrograsi", padahal berharap siapa tahu ada bahan untuk tulisan di Kompasiana lagi. Gambar sore hari pasca kebakaran tak saya posting, karena sudut yang saya angkat pada postingan terdahulu lebih pada proses pemadaman api. Namun tetap saya simpan di laptop, dan ternyata musti saya tampilkan pada postingan kali ini. dengan pertimbangan agar jalinan reportase menjadi runut, sehingga ceritanya tak terkesan putus.

Selasa 4 november kembali saya ada keperluan di daerah Simprugjam 10.30.an, sengaja saya jalan sekitar jam 9an. Siapa tahu ada kejadian di jalan yang bisa dijadikan bahan tulisan, pertimbangan lain adalah kemacetan ibukota yang tak bisa diprediksi, lebih baik saya datang lebih awal dan menunggu daripada terlambat. Sampai di Raya Veteran Bintaro, saya teringat peristiwa kebakaran lebih seminggu lalu. Maka tanpa berpikir dua kali, segera roda dua saya belokkan ke lokasi terjadinya kebakaran.

[caption id="attachment_372000" align="aligncenter" width="614" caption="situasi 4 nov"]

14151345341595449577
14151345341595449577
[/caption]

Di tempat bekas kebakaran terlihat puing masih berserakkan, kerangka besi tak berbentuk rupa dan warna tak terurus. Sebuah tenda didirikan layaknya kemah Pramuka, saya mengabil foto dalam beberapa sudut. Seorang bapak memergoki aksi saya mengambil gambar, seketika berjalan mendekati mananyakan maksud tindakkan saya. Handphone saya julurkan dan tunjukkan tulisan tanggal 28 oktober 2014, si bapakmengamati tulisan dan menyusuri halaman Kompasiana. Wajah ramah bersahabat langsung menjelma, lelaki paruh baya ini menyambut kehadiran saya dengan hangat. Belakangan si bapak mengaku anak pemilik rumah petak yang kebakaran, saya dibimbingnya berkeliling menuju bekas kebakaran rumah Petakan.

[caption id="attachment_372004" align="aligncenter" width="614" caption="Pak Zarkasi"]

1415134913567872497
1415134913567872497
[/caption]

Pak Zarkasi nama lelaki tambun ini, menceritakan muasal kebakaran. Bermula dari konsleting listrik di sebuah rumah petak, tangannya menunjuk ke sebuah petakkan yang berada di tengah. "apinya sangat cepat menyambar Pak" kalimatnya terdengar datar.

Saat itu kontrakkan hanya berisi ibu dan anak kecil, para ayah sedang keluar bekerja. Pak Zarkasi sendiri bertugas mengelola rumah petakkan milik orang tuanya, jadi keseharian banyak dihabiskan waktunya mengawasi rumah petakan. Setelah 10 pintu sumber penghasilannya ludes, kini Pak Zarkasi tinggal satu atap dengan orang tuanya. Rumah orang tua berada di komplek yang sama, namun beda jalan dan agak ke belakang.

"semua sudah ludes Pak tak ada yang bersisa, cuma baju dan celana yang melekat di badan saja yang terselamatkan" nada suaranya masih menyimpan kepedihan "baju yang saya pakai ini disumbang tetangga" tangannya menyentuh kaos biru dan celana sepertiga yang dipakai. "Ahamdulillah semua yang tinggal disini selamat Pak, kalau harta Insyaalloh bisa dicari lagi" mimiknya berubah optimis.

[caption id="attachment_372005" align="aligncenter" width="614" caption="bankai motor"]

1415135078511869829
1415135078511869829
[/caption]

[caption id="attachment_372002" align="aligncenter" width="614" caption="bangkai motor dan sepeda"]

14151346691439550314
14151346691439550314
[/caption]

Kini penghuni rumah petaknya pada pulang kampung, hanya para suami yang bertahan di Jakarta. Para kepala rumah tangga sudah pindah, mencari kamar kost yang biaya sewanya lebih murah.

"Keluarga yang tinggal disini kebanyakan dari Jawa tengah dan Jawa Barat, ada yang dari Solo, Semarang, Garut" lanjut Pak Zarkasi.

Saya diajak menyusuri pepuingan yang sudah legam, tampak bangkai sepeda motor yang terpanggang. Hampir semua peralatan elektronik tertumpuk di sudut, peralatan ini responnya sangat cepat terhadap api. Total kerugian yang diderita atas lenyapnya sepuluh rumah petak dan kantor EO ditaksir berkisar ratusan juta. Kerangka besi yang biasa untuk stand pameran tak bisa dimanfaatkan lagi, mata Pak Zarkasi menatapi satu pesatu kerangka besi.

[caption id="attachment_372006" align="aligncenter" width="614" caption="sebuah tenda berdiri "]

141513518024787776
141513518024787776
[/caption]

Sebuah tenda sengaja didirikan di tengah tengah , untuk tidur penjaga kalau malam tiba. "kalau tidak dijaga besi besi bisa hilang diambil orang Pak" lanjut pak Zarkasi beralasan.

Obrolan kami tak bisa berlangsung terlalu lama, mengingat hampir setengah jam saya berada di tempat ini. kalau terlalu lama sedikit saja kawatir tak menepati waktu janji bertemu orang. Setelah berpamitan segera saya berlalu, mencoba memetik pelajaran dari kejadian orang lain. Kalau sudah takdir manusia tak bisa mengindar, namun tetap upaya sebagai manusia untuk berhati hati dan waspada musti dijalankan. Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun