[caption id="attachment_376616" align="aligncenter" width="560" caption="Guru dan Murid (dok.Kiki Raihan)"][/caption]
Saya pribadi cukup besar menaruh kagum, apabila melihat, mendengar, atau bertemu secara langsung. Utamanya seorang yang telah melakukan perubahan dalam hidupnya, sekalipun berupa lompatan kecil dalam hal positif tentunya. Tiba tiba di mata, pikiran dan interpretasi saya, orang ini menjelma menjadi sosok yang "keren".
Konon Thomas Alfa Edison penemu bola lampu, mampu melakukan lompatan besar setelah melampaui banyak lompatan kecil. Luar biasanya lompatan kecil yang dilalui justru berupa kegagalan, berulang dan berulang keberuntungan menghindari saat melakukan percobaan. Namun siapa sangka kegagalan yang sering dialami, sedikitpun tak menyurutkan semangat Jenius satu ini. Dari ketekunan dan kesabaran yang tak berbatas, akhirnya berubah menjadi sebuah penemuan yang menakjubkan dunia. Sebuah bola lampu menjadi buah ketelatenannya, bahkan dinikmati oleh manusia yang lahir setelah kepergiannya. Nama besarnya dikenang orang lintas generasi, hasil karyanya dirasai menfaatnya sampai masa kini. Meskipun saya yakin Thomas Alfa Edison tak meniatkan penemuannya, dengan tujuan untuk "membesarkan" namanya.
****
Saya ingat dulu ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, pada pertengahan 80-an s.d 90-an. TVRI menjadi satu satunya televisi yang mengudara, mau tak mau semua tayangan menjadi konsumsi hiburan masa itu. Acara dimulai setiap hari menjelang senja, kalau tidak salah ingat tepat pukul empat sore. Pada awal acara biasanya diisi dengan acara khusus anak, satu diantara acara rutin adalah Cerdas Cermat Tingkat Sekolah Dasar.
[caption id="attachment_376634" align="aligncenter" width="430" caption="logo tvri 80-an (wikipedia.org)"]
sumber gambar : KLIK TVRI
Pernah sebuah seleksi peserta diadakan, sekolah tempat saya menimba ilmu terpilih maju ke tingkat provinsi. Keberangkatan untuk shooting di studio TVRI, diiringi doa dan harap dari seluruh warga sekolah. Saat penayangan acara Cerdas Cermat, seolah menjadi hari "keramat". Hampir semua siswa siswi tak bergeser dari depan pesawat televisi, bisa jadi TVRI Surabaya ratingnya paling tinggi di desa kecil saya. Melalui TV hitam putih 14 inch, saya dan beberapa teman tetangga menyaksikan teman kami berlaga. Ajang prestisius yang disaksikan sebagian besar masyarakat Jawa Timur, tentu menjadi kebanggaan kami sebagai murid atau bagian dari SD Negri itu.
Jagoan kami akhirnya puas diurutan kedua, sebuah piala dan piagam dipajang di ruang kantor Kepsek. Popularitas sekolah kami lumayan meningkat, betapa membuncahnya perasaan bangga.
Namun sesungguhnya yang lebih kami banggakan, adalah satu diantara tiga peserta. Siswi perempuan satu satunya yang duduk di tengah, berlatar belakang "memilukan". Sebut saja namanya Melati, ayahnya dua tahun terakhir kurang genap pikiran. Istrinya minggat secara diam diam, melati dan ayahnya tinggal bersama kakek dari pihak ayah. Gadis manis yang waktu itu masih duduk di kelas lima, sering maju aneka lomba keilmuan. Sebuah "lompatan" kecil konsisten dilakukan Melati, membawa namanya menjadi peserta cerdas cermat tingkat Provinsi.
******
Guru Yang Penulis
[caption id="attachment_376618" align="aligncenter" width="512" caption="dok. Kiki.R"]
Beberapa bulan yang lalu saya sempat hadir disebuah acara bedah buku, satu judul novel berjudul Lingkar menjadi tema acara. Hadir Kiki Raihan sang penulis, sekaligus menjadi narasumber waktu itu. Satu novel berwana merah saya bawa pulang, setelah sebuah pertanyaan saya ajukan pada sesi tanya jawab.
Tak dinyana Kiki Raihan sang penulis adalah seorang guru Sekolah International (waktu itu). Terkait dengan ulasan diawal, saya menilai Kiki sebagai sosok guru yang melakukan lompatan. Sosoknya sebagai guru yang penulis dilatarbelakangi sifatnya yang pemalu, bu guru ini lebih suka mengekspresikan perasaannya lewat tulisan. Guna menyalurkan pikirannya Kiki membuat sebuah blog, rutin diisi tulisan keseharian. Setelah saya menyusuri laman bognya, kisah keseharian murid muridnya tersaji dengan apik.
Dari artikelnya di dunia maya membawa berkah, seorang editor sebuah koran menjadi pengunjung blognya. Tawaranmengisi cerpen dilayangkan sang editor, untuk mengisi kolom khusus cerpen di korannya. Kiki yang semula ragu sang editor tak henti meyakinkan, bahwa tulisan Kiki layak diapresiasi lebih banyak pembaca. Mulailah satu demi satu tulisan cerpen tayang di koran tersebut, pernah juga cerpen Kiki di muat di sebuah majalah. Bagai air yang terus mengalir menuju laut, akhirnya Kiki bertemu dengan editor sebuah penerbit.
[caption id="attachment_376619" align="aligncenter" width="600" caption="dok Kiki R"]
[caption id="attachment_376620" align="aligncenter" width="604" caption="dok. Kiki R"]
Tantangan dari penerbit dicetuskan, agar Kiki membuat sebuah novel. Kebiasaan membuat cerpen membuat Kiki berpikir ulang, karena menulis novel membutuhkan nafas yang lebih panjang. Setelah bersama bertemu dalam satu meja, pihak penerbit menyiasati dengan cara unik. Dalam satu novel dibuatlah beberapa karakter, setiap karakter dibuat cerita dengan sudut pandang orang pertama dalam satu Bab. Namun setiap bab memiliki benang merah, yang akhirnya bertemu dalam satu jalinan cerita.
Sebuah judul novel "Lingkar" menjadi bacaan yang menarik, sebagai rasa terimakasih sempat sayasajikan resensinya. Artikel Lingkar Dalam Bahaya (resensi-novel), saya posting di Kompasiana sekitar bulan July sebelum puasa.
Pramoedya dan Kalimat "Sakti"
[caption id="attachment_376621" align="aligncenter" width="615" caption="Cover Novel (dok. Kiki.R)"]