Cerita ayah yang lepas tanggung jawab, sebenarnya sudah ada sejak dulu kala. Hanya istilah fatherless (kehilangan sosok ayah), mencuat belakangan. Saat ilmu parenting ramai digemari orang, dan teori kepengasuhan bermunculan.
Sungguh, praktek fatherless ada di sekitarnya. Anak yang tidak mendapat perhatian penuh si ayah, dengan alasan kesibukan di kantor. Atau anak tiada sosok ayah, karena telah berpisah dengan ibu -- anak ikut ibunya.
Apapun yang menjadi sebab fatherless, anaklah yang menjadi obyek penderita. Secara biologis ayah-nya ada, tetapi ayah tidak terlibat secara emosional. Ayah tidak menjejakkan kesan baik di benak anak, kondisi demikian tidaklah sehat.
Maka kalau Kompasianer mendapati, anak tidak hormat dan tidak sayang pada ayah. Jangan serta merta, menudingnya sebagai anak durhaka. Perlu dirunut ke belakang, kejadian masa silam yang telah dialami anak.
Padahal anak yang lahir ke dunia, menjadi tanggung jawab ayah dan tentu ibu. Orangtua punya andil besar, membentuk karakter anak. Lebih-lebih pada masa tumbuh kembang, anak membutuhkan sosok ayah dan ibu sebagai panutan.
Kompasianer, ada yang saat ini sebagai ayah muda dengan anak masih kecil?
Please, jangan lewatkan golden age buah hati. Masa ini berlangsung sebentar, musti dimanfaatkan dengan baik. Pupuklah kebersamaan, kedekatan dengan anak, buktikan kalian ayah yang bertanggung jawab.
Jangan menjadikan kesibukan, alasan tidak mempriositaskan anak. So, para ayah waspadai fenomena fatherless.
---
"Berapapun saya bayar, asal tidak tinggal serumah dengan dia" ujar seorang anak lelaki
Sewaktu menjadi pengurus komunitas di Kompasiana, kami mengadakan kegiatan berbagai. Kami pernah ke Panti Lansia, yang berlokasi di daerah Tangerang Selatan. Penghuninya para kakek, usia di atas enampuluh lima tahun.