Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Di Mana Dia Pasangan Jiwaku

19 Agustus 2022   08:58 Diperbarui: 19 Agustus 2022   09:06 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Piye, wis enek to?" pertanyaan ibu mencecar dari sambungan telepon " buruan diajak pulang, ibuk pengin kenal !"

"Doain buk" balas saya singkat, " berangkat kerja sik buk, Assalamualaikum"

- Klik- . Percakapan terputus. Tanpa menunggu jawaban salam.

Telepon rutin dengan ibu, menjadi agenda jelang akhir pekan. Tetapi sejak merantau di Jakarta, ada satu pertanyaan yang diajukan ibu.  Pertanyaan, yang menumbuhkan rasa tak karuan di benak. Jujur, pertanyaan pasangan hidup, begitu sensitive bagi saya (kala itu).

Saya sendiri kadang tidak habis pikir, sebegitu tidak pedulinya ibu dengan perasaan anaknya. Meski diam-diam saya meyakini tujuannya baik, agar anaknya tidak keenakkan melajang. Saya mengamini demikian, setelah melalui fase pencarian pasangan jiwa.

Komunikasi di telepon (dengan ibu) yang hanya beberapa menit, nyatanya membawa pada permenungan panjang.  Saya kerap bertanya pada diri, "apakah memang sudah tersedia jodoh yang mendampingiku", "kalaupun ada, mengapa di ambang usia kepala tiga, tanda kedatangannya belum tampak".

Hati bertambah nelangsa, ketika melihat, mendengar, terlintas kabar, teman masa kecil, teman sebaya, atau bahkan adik kelas yang lebih muda. Mereka mendahului menikah, dan atau mereka menimang buah hati.

"Slamet koncomu SD, istrinya lahiran minggu lalu,"suara ibu dari seberang

"adike Slamet, bulan depan lamaran," ujar ibu di lain waktu

Kabar yang seharusnya kabar gembira ini, terasa menohok dan menghunjam ulu hati. Sementara itu tak balasan terlontar, saya hanya diam membisu. Sungguh, situasi yang tidak mengenakkan.

-----

Saya, bungsu enam bersaudara. Lahir dan tumbuh dari keluarga sederhana, ayah guru dan ibu memiliki warung di pasar kampung. Keadaan ekonomi pas-pasan, membuat kami terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah.Sedari kecil saya terbiasa menyapu, ngepel, mencuci dan setrika baju. Kalau hari minggu, membantu ibu berjualan di pasar.

Semasa abu-abu putih, saya termasuk lempeng saja. Nyaris tak pernah ikut nongkrong di terminal, ketika hendak pulang sekolah. Ketika teman sebaya mulai pacaran, nyali ini ciut dan tak berani melangkah jauh. Meski tidak terlalu mendalami agama, insting ini bisa memilih mana yang boleh dan tidak. Konsekwensi pilihan sikap tersebut, membuat sampai lepas SMA saya tidak pernah pacaran.

 Baru di tahun kedua di bangku kuliah, pernah naksir dan mendekati adik kelas. Gadis semampai berkerudung panjang, sungguh menyita perasaan. Signal yang saya tampakkan, tetapi tidak ditanggapi si gadis berkerudung.

Daya juang yang tak terlalu maksimal, membuat saya mundur teratur, ketika tahu gadis ini didekati kakak kelas. Saya mengutuki diri, jelang kelulusan yang diincar akhirnya dimiliki orang.

Di Mana Dia Pasangan Jiwaku 

illustrasi- dokpri
illustrasi- dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun