Ibadurrahman ( Hamba Yang Maha Penyayang-- Â sekelompok manusia yang dipuji kemuliaanya oleh Alloh), dalam pola konsumsi berada ditengah alias tidak kikir dan atau tidak boros. Mereka bisa mengukur kadar diri dan kadar harta.
Dalam soal membelanjakan harta, ibadurrahman memegang prinsip keadilan. Maka kalau ada pepatah "Besar pasak daripada tiang", kemungkinan besar tidak berlaku bagi  kelompok dicintai Alloh SWT.
Pola Konsumtif Bukan Kebiasaan Orang Beriman Â
"Hari ini kita dibombardir dengan semangat untuk konsumtif dari segala sisi" jelas Ustadz Fitrian
Mulai dari keluar rumah, naik motor, berpindah naik di dalam kereta, di stasiun, di jalan menuju kantor, kita disuguhi iklan dari segala penjuru.
Pun saat rebahan di dalam kamar, kemudian membuka smartphone. Iklan ini dan itu muncul, menggoda pertahanan diri. Bahkan hari ini, ada yang menawarkan fasilitas untuk hidup konsumtif. Ketika ditawari berbelanja tetapi tidak ada duit, maka ada lembaga atau perusahaan yang menawarkan fasilitas kredit.
Beda dulu beda sekarang.
Sahabat di jaman Rasulullah, utang terjadi hanya dalam keadaan darurat. Sampai Kanjeng Nabi bersabda, orang yang memberi utang pahalanya bisa tinggi dari yang menerima. Malaikat Jibril mempersaksikan Nabi mulia, bahwa sahabat tidak berutang kecuali dalam keadaan terdesak.
Sementara sekarang, utang sudah menjadi bagian life style. Kita yang jelas tidak butuh satu barang, tiba-tiba tertarik membeli karena ada discount. Kita yang tidak punya uang, mendadak berbelanja karena ada "buy now pay later". Kita paham konsep membeli sesuai kebutuhan, tetapi iming-iming program 11-11 atau 12-12 menggoyahkan pertahanan. Ujung-ujungnya, kita dibentuk menjadi manusia konsumtif.
"Ini bagian pola konsumsi yang tidak dilakukan ibadurahman," tegas Ustadz.
------
Ibadurrahman, adalah standart sikap yang berorientasi pada kebaikan dunia dan akhirat. Karena Alloh melihat hambaNya, bukan dari banyak harta tetapi dari cara menyikapi harta. Ada sahabat Nabi yang kaya raya (misalnya Abdurahma bin Auf), tetapi ada sahabat yang miskin harta.