Banyak pelajaran bisa kita reguk, bersumber dari kejadian keseharian yang terkesan biasa saja bahkan sepele. Bisa dari pengalaman sendiri atau orang lain.
Tetapi (tanpa disadari) memberi dampak kepada pihak lain, misalnya ada anak kecil nangis di tempat umum, sebagian besar kita biasanya langsung menoleh/ melihat/ mencari sumber suara (tangisan) tersebut.Â
Sadarkah Kompasianer bahwa sikap (melihat/menoleh/mencari) demikian kurang tepat? Dampaknya adalah membuat kepanikan ibu/ayah anak ini datang, sehingga memunculkan masalah baru.
------
Bagi Kompasianer yang memiliki balita, saya yakin pernah mengalami kejadian jamak ini. Adalah buah hati menangis, di waktu yang dirasa kurang tepat. Â Sehingga muncul perasaan bingung, panik, malu, campur aduk emosi muncul.
Saya pernah mengalami, ketika anak lanang berumur dua atau tiga tahunan. Kala itu ada tetangga menggelar hajatan, kami keluarga muda datang memenuhi undangan. Anak lanang saya gandeng, ibunya sibuk mengisi buku tamu dan ngobrol di sana sini.
Banyak orang kami kenal hadir, kebanyakan mereka mendekat dan gemes dangan anak kami. Ada yang  pengin menggendong, ada yang mengelus pipi, mencubit pelan di tangan atau paha, mengelus rambut dan lain sebagainya.
Saking seringnya hal demikian terjadi, anak lanang lama-lama merasa tidak nyaman. Kalau ada kenalan ayah/ ibunya menyapa dan mendekat, lelaki kecil merapatkan tubuh ke ayahnya. Tangan ini ditarik-tarik, memberi isyarat ingin digendong. Kemudian kepalanya disembunyikan, dibelakang pundak ayahnya.
Puncaknya adalah, saat si kecil sudah menghindar sedemikian rupa. Ada kenalan memutari badan saya, demi bisa melihat wajah lucu itu. kejadian ini membuat pecah tangis, tetapi kenalan tetap menggoda sembari berusaha mendiamkan tangisan. Sikap teman ini, membuat tangisan semakin menjadi.
Sontak kebanyakan orang disekitar kami menoleh, tamu lain yang sekedar lewat juga memperhatikan. Saya menjadi serba salah, istri ikut panik sembari bergerak menjauhi tempat ramai.