Sementara bagi mereka yang meragu, sangat mungkin belum siap berkorban.
Enggan mengalahkan ego, enggan menganggap diri sendiri bukan siapa-siapa, atau belum sanggup menempuh jalan terjal menemukan belahan jiwa.
Bujangan peragu, tercermin dari lemahnya tekad dan keberanian. Sikap dan tindakannya gamang, ketika membayangkan tanggung jawab berumah tangga.
Kehidupan setelah pernikahan, butuh perjuangan lebih dan siap menghadapi ujian lebih menantang.
Suami dan istri dituntut kompak dan solid, agar bisa bergandengan melewati setiap tahap perjuangan dengan selamat.
Suami dan istri musti saling support, memiliki kesepakatan tentang tujuan sebuah perkawinan.
Merawat dan mempertahankan pernikahan, akan dilewati dengan senyum, tangis, tawa, kesah, jatuh, bangun, tersungkur bahkan bersimpuh.
Tapi sepanjang suami istri mengenggam kesabaran, niscaya hasil didapatkan setimpal dengan upaya dikerahkan.
Meraih Sakinah butuh proses berdarah-darah, tetapi niscaya manusia dimampukan semesta.
Maka rasanya tak berlebihan, kalau menikah saya sepadankan dengan kata kerja.Â
Semoga bermanfaat !