Jangan sampai nikmat Ramadan diabaikan, cukup sudah pengalaman sedih Ramadan tahun lalu. Kita melampaui bulan suci saat itu, dengan beribadah dalam skala kecil (keluarga). Bulan berlimpah berkah dan pahala ini, musti dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Di hari jumat yang seharusnya berkumandang panggilan adzan, biasanya terdengar bacaan ayat Al Quran, tersampaikan ceramah dan sholat Jumat berjamaah. Kala itu Masjid -- Masjid berubah kosong dan senyap, lantai dan kaca-kacanya  berselimut debu.
Sungguh miris dan batin seperti diiris, keadaan sedemikian memprihatinkan ada di depan mata. Tempat ibadah itu layaknya bangunan tak terawat, bahkan seolah tak pernah dihuni.
Balajar dari kejadian tersebut, sudah seharusnya kita memetik banyak hikmah berseliweran. Senyampang masih diberi waktu, mumpung nafas masih dikandung badan. Jangan sampai kewajiban ibadah dilewatkan, mari bergegas untuk membenahi diri.
Pandemi memang pahit, Â tetapi mengantarkan selaksa hikmah di dalamnya.
Di Wabah yang Sama Ramadan Ini Jangan Disia-sia
Beberapa menit, setelah pengumuman hasil sidang isbat disiarkan di televisi. Ketua RT mengirim pesan di WA Group warga, membawa kabar cukup menggembirakan.
Bahwa Ramadan ini sholat Taraweh kembali digelar, tetapi dengan menerapkan 5 M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, membawa sajadah dari rumah, dan mengambil air wudhu dari rumah).
Sementara kami berkemas, dari pengeras Masjid terdengar pengumuman. Bahwa masjid dibatasi hanya untuk 50% dari kapasitas, sebagian warga dipersilakan sholat taraweh di Mushola -- di tempat kami ada dua Mushola.
Bahkan tak hanya sholat taraweh saja, kegiatan seperti tadarus, kuliah subuh dan kajian akhir pekan, peringatan Nuzulul Quran, buka puasa bersama, pembayaran zakat fitrah, malam itiqaf juga diselenggarakan.
Seketika saya membayangkan, betapa semarak suasana Ramadan kembali hadir di depan mata. Bisa melihat anak dan orangtua berduyun duyun pergi ke tempat ibadah, mengisi setiap detik bulan suci untuk mendekatkan diri pada Illahi.