Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tetangga yang Baik Itu Rejeki

13 Februari 2021   09:35 Diperbarui: 13 Februari 2021   10:50 2231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup bertetangga itu susah susah gampang, apalagi bagi warga yang bermukim  di lingkungan kota besar. Sepuluh tahun lebih saya tinggal di sebuah perumahan di Tangsel, nyatanya tidak mengenal semua tetangga--- padahal tinggal di jalan yang sama.

Minimnya interaksi menjadi musabab, jangankan namanya bahkan wajahnya saya kurang familiar.   Di hari kerja, kebanyakan warga berangkat pagi pulang setelah larut malam. Sementara saat akhir pekan, kalau tidak jalan sekeluarga tetangga memilih tinggal di rumah saja.  

Saya suka kebingungan, kalau ada kurir bertanya rumah dengan menyebutkan hanya nama si penerima paket. Tetapi saya memaklumi dan menganggap wajar,  setiap orang bebas merdeka dengan keputusannya.

Jauh berbeda kalau dibandingkan semasa masih tinggal di desa, saya mengenal warga (nyaris) satu RT bahkan beda RT.  Saya bisa main ke rumah teman kapanpun tanpa janjian, sesekali menginap di rumah teman. Kesibukan warga desa memang tak sesibuk kota, sikap guyub dan rukunnya jelas terasa.

Ada kejadian unik waktu orangtua ngunduh mantu saya, kakak ipar yang kala itu nyusul belakangan dibuat takjub. Ketika mengendarai mobil dan kebingungan, dia bertanya ke orang sedang di pinggir jalan. Begitu menyebut nama ayah saya, ditunjukkan ancer-ancernya dan ternyata masih satu desa lagi untuk sampai ke tujuan.

Belasan tahun di kampung halaman, saya mengalami culture shock kali pertama berada di tanah perantauan. Setelah berkeluarga dan membeli rumah ke kota, saya sempat tidak nyaman dengan sikap individualisme. Tetapi bagaimanapun saya yang musti menyesuaikan diri, mencari celah agar bisa berbaur dan diterima warga.

Di kegiatan yang diadakan RT saya berusaha hadir,  misalnya kerja bakti jarang saya mengabaikan. Senang bisa berkenalan dan ngobrol, dengan tetangga atau warga yang sepuh atau yang baru pindah. Pun ketika acara halal bihalal selepas lebaran, saya dan istri tak mau ketinggalan hadir. Kegiatan di lingkungan kami memang terbilang jarang, tetapi moment sesekali itu benar-benar saya manfaatkan.

-----

Ketika scrolling timeline medsos saya mendapati status dari seorang teman, sedang bermasalah dengan tetangga persis samping rumah. Konon si tetangga komplain, karena rumah teman ini suka berisik . Namanya punya anak masih kecil saya pikir wajar, kalau terdengar suara tangisan atau kalau sore ngumpul teman sebaya.

Nah tetangganya tidak terima dan merasa terganggu, maka untuk menyelesaikan masalah sampai melibatkan pengurus RT. Itupun setelah dua tetangga kerap berseteru, tidak saling tegur dan beberapa kali terlibat adu mulut.

Kesepakatan didapat, bahwa teman ini musti membangun tembok sejajar genting rumah.  Saya bisa melihat melalui foto yang diposting, tembok masih belum disemen dan dicat. Di kondisi pandemi saat ini, ketika pemasukan sedang seret tidaklah mudah. Tetapi demi tidak berantem dengan tetangga, tabungan yang ada terpaksa dikuras.

Tetangga yang Baik Itu Rejeki

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun