Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Sejatinya Kepala Keluarga adalah (Sekadar) Perantara Rezeki Istri dan Anak

11 Februari 2021   17:44 Diperbarui: 12 Februari 2021   07:31 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dinamika berumah tangga, tak ubahnya seperti medan peperangan kehidupan. Suami dan atau istri dituntut terus belajar, memaknai setiap masalah yang menghampiri. Sependek pengalaman dijalani, saya mengamini perihal fase membangun rumah tangga.

Misalnya pada usia satu atau dua tahun perkawinan, bisa dianalogikan masa pengenalan dua karakter berbeda. Setelah lolos masa ini, dilanjutkan penyesuaian (konon) hingga usia lima tahun pernikahan. Fase saya maksudkan tidak bersifat absolut, karena setiap pasangan memiliki kondisi yang berbeda.

Ibarat permainan atau games, semakin naik level maka tantangan semakin berat. Tetapi kalau di setiap fase bisa dilalui dengan baik, seberat apapun tantangan niscaya bisa ditaklukkan. Kuncinya suami istri bersedia bekerja sama, memupuk rasa percaya dan terbuka satu sama lain.

Secara alami sikap menghargai atau toleransi akan terbentuk, ketika masing-masing mengenal karakter lebih mendalam. Suami istri sepakat bersetia, otomatis kepercayaan dan perasaan pasangan akan terjaga.

Saya menaruh hormat dan kagum, pada pasangan yang berpisah hanya karena maut. Mereka telah teruji ketangguhan, menerima kekurangan dan (apalagi) kelebihan pasangan. Hal demikian memang tidaklah mudah, tetapi banyak pasangan sudah membuktikan dan berhasil.

Saya belajar kepada  ayah dan ibu saya, mereka bersama mengarungi suka dan duka. Ketika ayah menghembuskan nafas terakhir, ibu saya duduk di samping pembaringan almarhum. Tetapi di satu sisi tetap menghormati, apabila ada yang berseberangan pendapat.

Rekat atau renggang hubungan suami istri, bisa disebabkan oleh banyak faktor. Satu diantaranya adalah faktor ekonomi, yang dijadikan pangkal permasalahan. Namanya roda kehidupan  terus berputar,  wajar apabila sesekali ada di bawah kemudian naik ke atas.

Kondisi naik dan turun tersebut, sangat bisa dijadikan sarana melatih kesabaran. Bisa menjadi lahan subur, untuk membentuk karakter tangguh dan memupuk kedewasaan. Bukankah pada kondisi terpuruk, justru menjadi moment suami dan istri membuktikan tentang kesetiaan.

Sejatinya Kepala Keluarga adalah (Sekadar) Perantara Rezeki

Saya pribadi masih miskin ilmu, tak henti belajar mengelola management dalam rumah tangga. Saat kondisi sempit datang tak jarang dihampiri pikiran negatif, mencari biang kesalahan. Dan hal ini benar-benar menjadi tantangan, agar saya tetap menjaga kewarasan.

Di masa pandemi ketika pekerjaan tak sepadat sebelumnya, otomatis berpengaruh pada pemasukan.  Tetapi saya meyakini, bahwa setiap keadaan bisa dijadikan pijakan untuk kekokohan keluarga.

dokpri
dokpri
Suami yang memiliki istri sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT), sungguh menjadi PR tersendiri. Mengingat pemasukan hanya dari satu sumber, sekilas tak ada back up pemasukan dari sumber lain.  Saya dengan istri sebagai IRT, sempat dibuat kalut dengan kondisi ini.

Tetapi kekalutan itu mulai tertepiskan, ketika saya menemukan sebuah artikel tentang algoritma rejeki. Bahwa setiap orang yang lahir di muka bumi, telah dijamin rejeki oleh Sang Khaliq. Pasangan suami istri yang kemudian memiliki buah hati, sejatinya masing-masing telah membawa rejeki.

Dalam mekanisme berumah tangga, lazimnya terjadi pembagian tugas dan peran, tetapi sama sekali tidak mengurangi pembagian jatah rejeki tersebut. misalnya Istri mengasuh anak-anak, memasak dan menjaga rumah. Anak-anak dalam masa bertumbuh kembang, sehingga sangat tergantung pada ayah ibunya.

Sementara tugas penjemputan rejeki, dilakukan oleh sang kepala keluarga yaitu ayah. Sebagai pencari nafkah, ayah tak boleh merasa sok berkuasa. Karena bisa dijadi rejeki yang dibawa pulang hari ini,  sebenarnya bagian dari rejeki istri atau anak.  Pun ayah jangan merasa paling menderita, ketika mengalami kecapekan dan kepayahan dalam ikhtiar menjemput rejeki.

Saya yakin bahwa setiap peran atau fungsi akan ada perhitungannya, dan biarlah menjadi urusan pemilik semesta menakarnya. Tugas setiap manusia adalah mempersembahkan upaya terbaik, selebihnya kita musti belajar berserah diri.

Kalau kita mau merenungi, sejatinya saya dan para ayah di seluruh bumi sekedar perantara rejeki bagi istri dan anak. Dan ayah yang memegang teguh tugas mulia ini, niscaya akan dimuliakan kehidupan -- wallahu'alam.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun