Jujur nih Kompasianer, saya awam dunia masak memasak. Bisanya hanya menikmati makanan, terutama yang disediakan istri.
Jangankan soal bumbu-bumbuan, istilah dalam mengolah bahan makanan saja bingung. Saya sering salah menyebutkan, kebalik antara ungkep dan kukus.Â
Hal paling epic, dalam mengolah makanan ala saya. Paling banter adalah menggoreng telur dadar, yang dibuat semi gosong dan crispy.
Itu sudah berasa top banget, setelahnya disantap bareng nasi anget. Biar tambah enak, dikecapin atau kecapnya dicampur irisan cabe alias dibikin sambal kecap.
Pernah saat ngekost dulu, saking kepengin gaya-gayaan inovasi mengolah makanan. Saya masak mie instan, memakai rendaman air teh tawar -- hehehe.
Rasanya memang (dipaksakan) cukup unik gitu, tapi ya nggak lumrah di lidah - haha.
Pokoknya, saya menyerah dalam hal masak memasak.
Tapi saya merasa menemukan tantangan, kalau istri ada keperluan keluar. Kemudian saya sama anak-anak, tidak sempat disediakan makanan siap santap.
Mau tidak mau, saya memasak untuk anak-anak. Bakal kerepotan, kalau di kulkas adanya ayam, daging, atau jeroan wabil khusus paru.
Saya yakin tdak bakal jadi sesuatu menu, apalagi memprediksi soal citarasa. Ujungnya, balik ke telor dadar lagi.Â
Etapi, menyoal olahan paru nih.Â