Sebuah riwayat mengisahkan, Â ketika Rasulullah pulang dari perang tabuk. Mendekati kota Yastrib (sekarang Madinah), Rasul berjumpa seorang dengan tangan melepuh dan kulit merah kehitaman terpanggang matahari.
"Kenapa tanganmu kasar sekali?" (begitu kira-kira) tanya Rasulullah
"Ya Rasulullah, pekerjaan saya membelah batu setiap hari, kemudian saya jual ke pasar. Lalu hasilnya saya gunakan untuk menafkahi keluarga, karena itulah tangan saya kasar," jelas laki-laki dengan tangan melepuh.
Melihat tangan kasar itu, Baginda Nabi mengenggam dan dicium seraya bersabda, "inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya".
Istri dan anak- anak yang dipimpin, menjadi orang yang paling berhak mendapat perhatian serta nafkah lahir batin dan sebaik perlakuan.
Untuk segala kerja keras dan bentuk pengorbanan si ayah, tidak akan ada arti kalau kepala keluarga abai pada orang di bawah tanggung jawabnya.
Menilik kisah tukang batu di jaman Rasulullah, cukuplah menjadi pelajaran bagi kita umat akhir jaman. Â Bahwa apa yang kita upayakan saat ini, pasti akan ada balasan baik cepat atau lambat.
Perjuangan kepala keluarga  dalam pencarian nafkah, musti dibarengi dengan penaklukkan pada ego diri. Dan hal tersebut, sesungguhnya sangat bisa dimulai dari sikap mempriosritaskan istri dan anak-anak.Â
Mereka yang berada di rumah, adalah guru kehidupan sesungguhnya bagi si kepala keluarga. Kalau nahkoda keluarga lalai dan abai pada mereka, niscaya suatu saat bom waktu akan meledak tanpa dibendung akibatnya. Â
Maka karier terbaik seorang laki-laki, adalah menjadi suami dan ayah terbaik.Â
Semoga bermanfaat.