Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Takdir Pernikahan Itu Bukan Unsur Tunggal

12 Februari 2020   22:24 Diperbarui: 12 Februari 2020   22:34 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepotong pagi yang riuh, di pelosok desa di kaki gunung lawu. Tersiar kabar, mbah penjual jamu gendong berpulang. Simbah tergolong jarang sakit, di usianya yang sepuh masih berjualan jamu. Sampai ada kejadian mengejutkan, beberapa hari sebelum meninggal rupanya tertabrak motor.

Kami para tetangga dan pelanggan jamu berduka, setiap orang memutar memori. Beberapa  (terutama) ibu dan para tetua, mengisahkan ulang pengalaman bersinggungan dengan simbah.

Saya yang kala itu maih SD, termasuk penggemar jamu beras kencur simbah. Tangan keriput itu, dengan kuku dan telapak tangan warna kekuningan bekas memeras kunir. Tampak tangkas melayani pembeli, hapal padupadanjamu hendak disuguhkan.

Perawakannya kurus dengan rambut penuh uban digulung, tubuhnya dibalut jarik usang dan kebaya model lama. Setiap hari pasaran (pon dan kliwon) datang, langkah pendek simbah menyusuri jalanan dari rumahnya menuju pasar kampung.

Karena tidak punya bedak (lapak), simbah menjajakan jamu di pleser (samping pintu masuk pasar). Mengambil posisi duduk menghadap tenggoknya, nyempil bersebelahan dengan penjual cabe dan jajanan.

-----

"Mbah wedok itu, orangnya ati-ati, "seorang ibu paruh baya memulai cerita,"Kalau mau jualan ke pasar, jalannya lurus mlipir nggak pakai nyebrang".

Ibu yang lain menyaut, " Iya, biasanya aku lihat gitu, Lha kok kemarin, pakai nyebrang segala. Gara-gara ada pelangan yang manggil," terasa ada nada menyalahkan pelanggan pada kalimat ini.

"Padahal simbah mau nyebrang, sudah nengok kanan kiri. Tiba-tiba ada motor nyelonong" sahut ibu satunya lagi"Ya gimana lagi, memang sudah takdir".

Saya sepakat dengan kalimat ibu terakhir. Pada kalimat "memang sudah takdir" mengajak kami (pendengarnya) memberi kesimpulan ada sesuatu di luar kuasa manusia.

Bahwa kejadian antara simbah yang berjalan menuju pasar, kemudian pelanggan yang memanggil, dengan pengendara motor tidak direncanakan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun