Ada hal menarik, dilakukan teman ini semasa kuliah. Dan ternyata, persis dengan hal disampikan Dipa Andhika tentang konsep "Nanti Bagaimana".Â
Teman karib ini, selalu memperkirakan pengeluaran besar apa, yang bakal dihadapi (bahkan) sampai satu tahun ke depan. Kebetulan kawan ini kuliah sambil bekerja, semua biaya pendidikan ditanggung sendiri.
Pada bulan sejak besaran uang wisuda di dengar, langsung disisihkan sebagian gajian bulanannya. Bisa tidak bisa, cukup tidak cukup, musti terkumpul sejumlah uang untuk biaya wisuda.
Saya menjadi saksi, bagaimana pontang-panting teman ini menyiasati pengeluaran. Puasa senin kamis dikerjakan, aktif di kegiatan pengajian masjid. Kalau hari sabtu minggu, kerap berburu acara seminar atau acara apa saja (bahkan di kampus lain).
Setelah mengetahui alasan terlibat di aneka kegiatan , seketika itu saya menahan senyum sekaligus memendam kagum. Rupanya teman ini punya tujuan lain, sembari mereguk ilmu, ada maksud (maaf ya) menghemat uang makan - hehehe.
Memang ragam kegiatan di adakan di kampus, biasanya khusus mahasiswa tidak dikenakan biaya. Apalagi kalau acara pengajian di masjid, sudah dipastikan terbuka untuk umum dan pastinya ada konsumsi.
"Bagaimana Nanti" dan "Nanti Bagaimana" dalam Mengelola Keuangan KeluargaÂ
Saya yakin, di benak Kompasianer sudah terbayang. Apa resiko dihadapi, ketika mengambil keputusan "Bagaimana Nanti" perihal keuangan. Dan saya sepakat sebaiknya dihindari, demi kebaikan diri sendiri dan keluarga tentunya.
Yuk, kita berfokus pada "Nanti Bagaimana" dalam pengelolaan keuangan keluarga. Apalagi bagi ayah dan ibu paruh baya, yang memiliki buah hati menempuh pendidikan. Kita semua pasti paham dan sepakat, bahwa biaya pendidikan tidak murah.
Kompasianer pasti sudah familiar, dengan tabungan, deposito, asuransi, reksadana dan lain sebagainya. Saran dari Dipa Andhika, sebaiknya bertanya pada orang yang expert, sebelum memutuskan sesuatu yang penting.