Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Waspadai "Bocor Alus" dalam Pengelolaan Keuangan Keluarga

29 November 2019   07:15 Diperbarui: 1 Desember 2019   11:04 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh, tidak ringan tantangan hidup di megapolitan dan kota besar pada umumnya. Bagi kaum urban, yang super sibuk dalam membangun relasi dan memperluas jejaring pergaulan. Lingkaran pertemanan penting, kadang membuat seseorang (mau tak mau) menyesuaikan  gaya hidup.

Yang asalnya dari kampung (seperti saya), masuk ke Jakarta atau kota besar lain, mulai mengenal Mall, akrab dengan Cafe dan lidah mulai terbiasa mencecap menu international Restoran. Aneka menu dengan nama asing, dengan mudah dihafal dan dilafal di luar kepala.  

Tidak masalah. Karena kita manusia, kan musti terus berproses dan berkembang. Justru kalau kita diam di tempat, berarti kita tidak melakukan pergerakan berarti. Sayang banget kan, sementara waktu terus berjalan dan menggerus jatah umur diberikan kehidupan.  

Kembali ke masalah gaya hidup, musti disadari bahwa biaya untuk menunaikannya tidaklah murah. Untuk bisa terlihat keren dan prestisius, perlu sejumlah dana yang harus dikeluarkan. Dan sebaiknya kita bijak mengatur keuangan, jangan sampai keputusan diambil justru membebani diri sendiri.

dokpri
dokpri
Sebaiknya apa yang kita putuskan telah diperhitungkan cermat, sehingga nongkrong di Cafe tidak sekedar nongkrong. Tetapi dapat menunjang pekerjaan, guna pencapain goal hidup yang telah ditetapkan. Hindari pepatah "besar pasak daripada tiang", karena pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, ibarat menunggu kiamat keuangan yang bakal terjadi.

Menyoal gaya hidup dan pengelolaan keuangan, beberapa waktu lalu saya menghadiri acara FUNansial. Acara yang menghadirkan nara sumber Dipa Andika Nurprasetyo, seorang Financial Planer membuka pengetahuan dan pencerahan baru.

Pemilihan kata FUNansial pada tema acara, memberi gambaran pada saya apa yang bakal didapati.  Yaitu bagaimana strategi mengatur keuangan, sehingga mendapati endingnya yaitu "FUN" -- keren ya.

Bocor Alus dalam Pengelolaan Keuangan

Kali pertama mendengar istilah bocor alus, adalah pagi hari ketika saya berniat protes kepada abang bengkel motor langganan. Saya curiga ada masalah dengan pompa (kompresor) di bengkel ini, pasalnya ban depan roda dua saya kempes padahal semalam baru saja diisi angin.

Tugas mengantar anak ke sekolah tidak bisa ditunaikan, karena angin di dalam ban tinggal sepuluh persen. Kalau dipaksakan jalan ban bisa robek, tentu saja velg-nya rusak parah karena beradu aspal.

ilustrasi shutterstock
ilustrasi shutterstock
"Jangan jangan bocor alus Pak" tukas abang tukang bengkel. Pagi itu ban dalam seketika dibuka, kemudian diisi angin seperlunya kemudian dimasukan ke dalam bak berisi air. Dengan telaten, si abang menelusuri setiap bagian ban di dalam air. Kalau ada bagian yang bocor, pasti akan mengeluarkan gelembung di permukaan ember, karena air terdorong angin dari dalam ban.

Dengan hati hati si abang bekerja, sesekali bagian ban yang sudah terlewat diulang lagi. Abang bengkel ingin memastikan setiap satu mili ban tidak bocor. Bagian demi bagian diperhatikan dengan seksama, dijamin tak bakal lepas dari pantauannya.  

"Ini Pak, bener ini, ada bocor alus" nada gembira terdengar di kalimat si abang bengkel. Saya langsung mendekat, jongkok di sebelah pria sebaya saya. Ikut memperhatikan, bagian ditunjukan yang dibilang bocor alus.

Memang benar, terdapat semburan gelembung air kecil sekilas tidak bertenaga. Hal ini sebagai pertanda, bahwa lubang di ban sangat kecil. Tapi baik lubang besar atau kecil sama bahayanya, berpotensi menguras angin di dalam ban.

------

dokpri
dokpri
Para ayah atau ibu muda (utamanya) yang usia produktif, di Jakarta dan kota besar lainnya. Sudah jamak bagi kita, kalau janjian dengan teman atau kolega memilih Cafe sebagai jujukan. Memang benar nyaman, ngobrol dan atau diskusi dan atau menyelesaikan pekerjaan, sambil duduk di tempat cozzy  sembari mendengarkan musik.

Kemudian memesan satu gelas kopi dibandrol (misal) Rp. 35 ribu,- (dan terasa enteng mengeluarkan uangnya), itu belum panganan yang harganya sepadan minuman atau bisa lebih mahal. Karena sangat tidak mungkin pastinya, kita hanya numpang nongkrong Cafe tanpa pesan (setidaknya) minuman.

Mungkin tidak terlalu berasa, ketika mengeluarkan uang (katakan) 60ribu untuk sekali nongkrong. Tapi kalau (misanya) seminggu tiga kali nongkrong, berarti kita musti siap seratus delapan puluh ribu. Kemudian kalau ditotal dalam satu bulan, berarti musti menganggarkan 180 ribu x 4 minggu, atau sama dengan 720 ribu.

Biaya nongkrong sebulan dikumpulkan, berarti 720 ribu itu belum ongkos parkir belum kalau ada tambahan membeli rokok dan seterusnya. Persis seperti saya tulis di atas, bahwa untuk gaya hidup itu butuh ongkos yang tidak murah.

Dipa Andhika- dokpri
Dipa Andhika- dokpri
Menurut  Dipa Andika,  pengeluaran keseharian yang tampaknya sepele, kalau diulang-ulang akhirnya jumlahnya besar, termasuk kategori "Late Factor" atau bisa disebut "bocor alus". Yaitu pengeluaran yang tidak berasa saat mengeluarkan, tetapi lama kelamaan (kalau ditotal) ternyata menguras dompet.

Persis seperti bocor alus di ban roda dua saya, untuk menghabiskan angin di dalam ban tetapi tidak seketika itu. Setidaknya butuh semalaman suntuk, tahu tahu angin ban habis pada pagi hari. Coba saja kalau kita mau berhitung, uang 720 ribu ongkos ngopi sangat bisa dialokasikan untuk membeli token listrik atau kebutuhan lainnya.

Selanjutnya Dipa Andhika menganologikan, perencanaan keuangan ibarat sebuah proses perjalanan keuangan. Proses yang dirancang dan dibuat, untuk menunjang kita dalam mencapai tujuan hidup yang ditetapkan.

Misalnya, ayah dan ibu ingin anak-anaknya sekolah setinggi mungkin, sebaiknya direncanakan sedini mungkin. Dengan perencanaan kauangan yang baik, memungkinkan kita otomatis memilih dan memilah mana kebutuhan mana keinginan.

dokpri
dokpri
Dengan perencanaan keuangan, memungkinkan kita save budget jauh jauh hari untuk kebutuhan di masa mendatang. Misalnya menyiapkan biaya masuk sekolah anak, dari satu atau dua tahun sebelum anak lulus. Sehingga pas tiba tahun ajaran baru, kita tidak kebingungan mencari ongkos pendaftaran sekolah baru.

Perihal nongkrong di Cafe, menurut Dipa tidak masalah. Tetapi sebaiknya dibuat post terpisah, sehingga tidak tercampur dan menganggu post pengeluaran lainnya. Kalaupun dirasa mengganggu cash flow, sebaiknya dihilangkan atau dikurangi frekwensinya. Tapi lagi-lagi kita musti bijak, jangan sampai penunjang gaya hidup mengalahkan post kebutuhan hidup.

Dan jangan sampai, gara-gara pengin terlihat keren, tanpa sadar melakukan hal hal penyebab"bocor alus" pada pengeluaran keluarga. -- semoga bermanfaat-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun