Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi "Mupu Anak", sebagai Upaya untuk Mendapatkan Anak Kandung

12 Juni 2019   05:59 Diperbarui: 12 Juni 2019   10:57 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Pixabay.com/TheVirtualDenise

Menjelang mudik, di timeline media sosial saya berseliweran status, perihal pertanyaan apa saja yang jamak ditanyakan sesampai di kampung halaman. Kebanyakan pertanyaan, memang terkesan memojokkan dan tak jarang membuat kapok, akhirnya yang ditanya enggan bertemu si penanya.

Saya yakin, Kompasianer's pasti bisa menebak, apa saja daftar pertanyaan yang menjadi 'momok' dan membuat kesal tersebut. Adalah 'Kapan Nikah', 'Mana Calonnya', pertanyaan bagi yang jomblo, kalau sudah menikah maka pertanyaan jadi berubah 'Sudah isi apa belum', 'Kok belum punya anak', 'Kamu nikah sudah berapa tahun, kok belum juga punya anak' dan pertanyaan sejenisnya.

Perihal pertanyaan 'Kapan Nikah' sudah saya tulis di artikel sebelumnya, "Hadapi Saja Pertanyaan 'Kapan Nikah' Toh Lewat Juga." Pada artikel ini, saya hendak membahas, bagaimana menangkal pertanyaan 'Apa sudah Isi' atau ' Kok, belum punya anak' bukan dengan sekedar jawaban kalimat tapi sekaligus dengan upaya atau action.

Konon, Nabi junjungan Rasulullah SAW memberi teladan, bahwa cara menjawab pertanyaan terhadap orang yang meremehkan atau bermaksud menjatuhkan atau mengerdilkan kita adalah dengan membuktikan bahwa prasangka mereka terbantahkan.

Karena memberikan jawaban pada orang yang tidak suka (atau mengkritik atau apalah istilahnya), akan berbalas pertanyaan/kritikan susulan, ujung-ujungnya terjadi debat kusir tak berpenghabisan (persis seperti dilakukan pendukung pilpres -- hehehe)

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri

"Saya suka pusing, kalau antar istri belanja ke supermarket, pulang bukannya bawa belanjaan malah nangis" curhat seorang teman "Gara-gara di Supermarket, lihat anak kecil lucu ikut belanja ibunya dan duduk di dudukan trolli, jadinya istri bawaannya baper"

Dari kisah di Supermarket, teman ini cerita kalau sudah lama menikah, dan setelah berusaha ke sana kemari, nyatanya buah hati yang dinanti belum juga kunjung tiba. Banyak kisah serupa saya dapati, kerap mengundang pilu saat mendengarnya.

Anak adalah hak prerogatif Tuhan, kehadirannya tidak bisa dipercepat atau diperlambat sesuai kemauan manusia. Persis seperti datangnya jodoh, tugas kita manusia sebatas berdoa dan berusaha semaksimal kemampuan.

Bagi saya, orang yang mempertanyakan 'Kok Belum Isi', 'Kapan punya anak', 'Kapan Nikah', adalah ulah orang iseng dan kurang kerjaan, sehingga julid dan punya banyak waktu untuk ngurusi orang lain. Alih-alih memberi solusi, biasanya mereka (yang julid) mencibir dan menjatuhkan mental orang ditanya.

Berbeda dengan orang yang punya niat untuk berempati atau memberi perhatian, biasanya akan tahu tempat dan waktu, sehingga yang ditanya juga akan merasa nyaman. Pemilihan kalimat untuk bertanya, tidak terkesan memojokkan atau (apalagi) menjatuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun