Setelah air putih hangat, saya makan ubi ungu rebus yang saya masak sekira jam lima kurang sedikit dan matang empatpuluh menitan. Beberapa menit menunggu bedug maghrib, ubi ungu sudah matang dan dibelah dua.
Heeem, asap dari ubi ungu yang matang mengepul, bau wanginya keluar menyebar ke udara, sungguh enak ketika aroma menusuk indera penciuman. Ubi ungu rebus ini cukup nendang untuk mengawali berbuka, cukup makan separuh saja lambung rasanya penuh, kemudian saya minum air putih hangat lagi.
Nah, sembari memberi jeda untuk pencernaan menyesuaikan diri, saya tinggal dulu makanan dan menunaikan sholat maghrib (kebetulan rumah saya tidak jauh dari masjid). Suasana sholat di masjid begitu semarak, ketemu anak-anak, remaja atau jamaah yang sedang berbuka di masjid dan biasanya takmir menyediakan buah-buahan.Â
Selepas sholat maghrib, sambil pulang saya bisa mengambil buah (kadang jeruk, semangka, salak). Sampai rumah, melanjutkan berbuka dengan ubi rebus dan makan buah.
Agar tidak bosan, saya membuat variasi menu berbuka, misalnya keesokan konsumsi telur rebus, mix dengan buah (pisang, jambu, pepaya), kemudian siomay, otak-otak bakar (saya menghindari gorengan).
Meski tidak dipungkiri, namanya manusia tetap punya keinginan motek gorengan (punya anak yang biasanya nggak habis), nasi putih sesendok untuk menghilangkan rasa pengin, tapi ingat jangan kebablasanÂ
-----
Rita Ramayulis DCN, M. Kes, seorang Nutrisionis dan penulis buku tentang gizi, pernah menjadi narasumber dalam sebuah acara blogger. Saya sangat tercerahkan pada pemaparan beliau, bahwa mengonsumsi bahan olahan sedikit serat dan banyak mengandung minyak dan gula, membuat tubuh cepat lemas saat berpuasa. Kurang minum air putih di malam hari, kemudian beraktivitas siang di ruang panas akan rawan terkena dehidrasi.