"Anak, kerjaannya main mulu!!"
Pernah nggak, mendengar kalimat di atas, diucapkan orangtua yang marah-marah karena anak bermain tanpa kenal waktu. Sewaktu kecil saya juga pernah, kena semprot ibu gara-gara kelamaan main---hehehe.
Setelah menjadi ayah atau orangtua, saya sendiri juga jengah, kalau mendapati anak betah main apalagi terpapar smartphone susah diajak beraktivitas lain. Padahal, anak juga perlu beraktivitas fisik, agar metabolisme tubuh berlangsung optimal.
"konotasi main itu menghabiskan waktu' ujar Siti Syarifa, founder komunitas Ayo Main. Komunitas Ayo Main, sebuah komunitas yang memiliki misi mulia, yaitu menyebarkan virus bermain yang sesungguhnya.
Menurut Syarifah, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), telah melindungi hak anak-anak bermain, meskipun buktinya masih ada kesenjangan pengetahuan tentang bermain. Bahwa bermain, bisa dijadikan sarana untuk mengikat segala ilmu, semisal congklak ternyata bisa merangsang kepintaran anak dalam cermat berhitung/ matematika.
Coba perhatikan, media congklak yang memiliki cekungan-cekungan berisi biji, anak yang mendapat tugas mengedarkan biji, otomatis akan berhitung jumlah, agar biji terakhir dijalankan berhenti sampai lubang yang ada bijinya.
Dengan demikian, si anak akan punya kesempatan berjalan nyambung dan punya tambahan waktu mengedarkan dan biji yang ada di cekungan tabungan akan tersimpan lebih banyak -- hehehee betul kan.
Tapi saya pikir, jenis permainan yang relatif ramah dengan latihan syaraf motorik, (sepertinya) berlaku untuk permainan tradisonal ya Kompasianer. Seperti benteng, benthik, gundu/ kelereng dan permainan tradisional lainnya, membutuhkan gerak dan ketepatan memprediksi.
Sementara untuk permainan modern, tetap kita tidak bisa menutup mata, bahwa zaman telah menderap begitu perkasa. Kalau saya, sebaiknya dibuat kesepakatan dengan anak tentang jam bermain.
-------