Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Dukung Target Kurangi 70% Sampah Plastik di Laut

28 Februari 2019   12:18 Diperbarui: 1 Maret 2019   09:47 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: djarumfoudation

Mengacu data Indonesia Plastik Asosiasi menyebutkan, bahwa kebutuhan plastik Indonesia meningkat sampai kapasitas 2.66 juta ton. Sementara problem kita, sampah plastik belum terkelola dengan baik, sehingga berdampak tidak bagus bagi lingkungan.

Perlu diakui dalam keseharian, kita nyaris tidak pernah lepas berurusan dengan bahan baku plastik  (bahan mengandung polimer). Mulai dari baju yang kita pakai, sandal, sepatu, tas, casing handphone, gelas plastik, piring plastik dan masih banyak benda berbahan plastik digunakan.

Eit's masih ada lagi, kalau kita pergi ke mall, cafe, restoran, working space atau lokasi publik yang--biasanya--instagramable. Spot-spot menarik sebagai tempat berfoto, biasanya dipasang  rumput dan pohon pohon lucu dengan dedaunan hijau merambat, pada waktu dipegang ternyata terbuat dari plastik.

Mengapa industri suka plastik?

Karena plastik mudah diproduksi, bisa dibentuk sesuai karakteristik diinginkan, tahan lama, kedap air, resistance terhadap panas, tahan medan magnet, tidak getas, dan lain sebagainya.

Terus masalahnya apa?

Setelah benda berbahan plastik selesai digunakan, biasanya langsung dibuang (dianggap sampah) dan ternyata butuh waktu lama untuk mengurai.

Bayangkan, kalau ada satu plastik saja yang tertimbun tanah, butuh waktu panjang agar plastik menyatu dengan tanah. Bagaimana kalau sepuluh plastik, bagaimana kalau satu kwintal, satu ton plastik dikubur di tanah, akan berdampak pada kelestarian lingkungan.

Cerita sampah memang bukan masalah ringan, jangan sampai menggagalkan upaya konservasi lingkungan dilakukan pihak yang peduli.

gunung sampah bantar gebang- dokpri
gunung sampah bantar gebang- dokpri
Saya tinggal, di lingkungan perumahan lama (dibangun tahun 80-an), dulunya terkenal dengan predikat daerah banjir. Kontur tanahnya cekung seperti piring, ditengah perumahan dibelah sungai (posisi sungai persis pada cekungan)

Saking seringnya banjir, banyak rumah (dekat sungai) dikosongkan oleh pemiliknya, beberapa dijual dengan harga sangat miring--itupun belum tentu laku. Rupanya kebiasaan membuang sampah di sungai, kerap dilakukan warga (terutama) yang rumahnya dipinggir aliran sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun