Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyayangi Ibu dengan Tangguh!

22 Desember 2018   09:27 Diperbarui: 22 Desember 2018   09:42 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, beranda medsos saya berseliweran ucapan hari ibu. Semua caption nyaris senada, mengakui besar dan pentingnya peran ibu dalam kehidupan. Bahwa ibu, adalah orang pertama paling berjasa, peletak pondasi hidup bagi anak-anaknya. Tentu saja saya menyepakati hal ini, mengaminkan peran ibu yang tidak terganti.

Meski pada kenyataannya, membaca dan atau mendengar berita di media mainstream atau medsos, ada saja anak masih menyusahkan ibu pada usia senjanya. Mungkin anda masih ingat satu berita, seorang anak tega menjerat ibunya dalam kasus hukum. Banyak komentar pembaca, mengecam ulah si anak durhaka.

Ibu yang sudah cukup renta, duduk pasrah di kursi persidangan, sang hakim tak kuasa membendung isak, ketika membacakan tuntutan. Ketika akhirnya ibu dinyatakan bebas dari jeratan hukum, perempuan tua ini berbesar hati memaafkan anak yang hendak menjebloskan ke terali besi -- luar biasa.

Pada kehidupan keseharian, saya sendiri menemui (beberapa) anak masih menyusahkan ibu (atau orang tua), padahal semestinya mandiri karena sudah berkeluarga dan beranak pinak.

Saya juga pernah menjadi saksi, seorang teman bangkrut usahanya, kemudian hutang di Bank dibebankan orang tua untuk membayarkan---miris banget kan.

Menyayangi ibu (dan ayah tentunya), sebenarnya (menurut saya) caranya sangat sederhana. Tidak membebani pikiran pada masa tuanya, sudah termasuk dalam kategori cukup. Apalagi kalau si anak bersedia, menyisihkan yang dimiliki (meski sedikit) dipersembahkan untuk ibu, sebagai wujud bakti dan rasa sayang.

Menurut ajaran agama yang saya yakini, bakti yang dipersembahkan anak kepada ibunya, sejatinya akan berbalik pada anak itu sendiri. Menerbitkan senyum ibu, akan melahirkan ridho yang menumbuhkan keajaiban dan membuka pintu rejeki dari arah tidak terduga -- anda musti buktikan ini.

****

illustrasi- dokpri
illustrasi- dokpri
Membincang perihal ibu, saya teringat pada satu teman semasa kuliah, yang sangat berbakti pada ibunya (kisah teman ini pernah saya tulis di Kompasiana). 

Teman ini sangat bersahaja, menyewa kost murah di kampung padat penduduk (bersebrangan dengan kost saya), makan seadanya bahkan kerap puasa senin kamis. Semasa kuliah disambi bekerja, sebagai pegawai rendah di sebuah gudang -- setau saya dia tenaga kasar bagian keluar masuk barang.

Sepulang kuliah malam, saya pernah mampir di kost-an teman, di meja bersebelahan dengan buku tergeletak kertas bukti setoran ke sebuah bank. Saya mendengar (kemudian saya buktikan sendiri), ternyata teman ini rutin mengirim uang bulanan pada ibunya -- saya yakin gajinya tidak seberapa. Saya menghubungkan cerita ini, dengan kertas bukti setoran yang (tidak sengaja) saya lihat angkanya tidak terlalu banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun