Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Membeli Rumah Secara Cash Menjadi Sebuah Keniscayaan

1 Oktober 2017   17:42 Diperbarui: 1 Oktober 2017   18:44 2858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dipinjam dari rumah(dot)com

"Duit gak usah buat beli macam-macam, mending ditabung buat beli rumah."

Sejak si bungsu menikah, Ibu mendadak berubah, menjadi orang paling 'cerewet' di dunia. Apalagi kalau melihat, anaknya baru membeli barang ini dan itu atau perabotan lainnya. Entah meja, kursi, ranjang, lemari, televisi, kulkas, handphone atau peralatan elekronik sejenisnya.

Selalu komentar yang mirip diulang-ulang, seolah tak mau ambil peduli dengan perasaan anaknya. Padahal, namanya juga keluarga baru, pasti pengin punya barang untuk isi rumah kan.

Lama-lama saya hafal, kalimat yang diucapkan ibu. Meski berusaha menahan sebal, tetap saja telinga memerah dan perasaan terusik.

"Sekarang beli teve, bentar lagi keluar teve model baru pengin ganti lagi, padahal fungsinya sama. Terus  kapan tabungan terkumpul, ingat lho, setiap tahun harga rumah naik terus."

Kalimat ibu bertambah panjang, pendapatnya seolah menjadi pendapat paling benar. Si anak  mendengar tanpa menjawab, mengingat ibu adalah orang paling dihormati.

Ibu memang (menurut saya) punya kemauan keras, kadang kurang bisa menahan diri kalau bicara, apalagi dengan anak sendiri. Meski tujuannya baik, tapi kurang bisa menempatkan pada situasi dan kondisi yang tepat.

Menurut ibu, rumah adalah aset tertinggi bagi sebuah keluarga. Tak ada guna memiliki aneka barang canggih, selama masih tinggal di rumah kontrakkan.

"Rumah tangga itu, kalau sudah punya rumah pasti hidupnya bisa anyem"

Sungguh, saya tidak ingin membalas kemarahan ibu dengan kemarahan juga. Saya percaya, semarah marahnya ibu pasti didasari rasa sayang pada anaknya.

Setiap kalimat ibu, bisa mengandung doa dan pengharapan yang mendalam. Beliau akan sangat bahagia, kalau anaknya bisa memiliki rumah sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun