Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Mudah Marah Pada Anak!

3 Agustus 2017   07:33 Diperbarui: 3 Agustus 2017   09:36 1703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar vebma(dot)com

Pernah dalam suatu waktu, saya dibuat kesal oleh sikap gadis kecil di rumah kami. Peristiwa itu terjadi di sebuah rumah makan, ketika menu yang kami pesan baru saja diantar pelayan. Belum genap satu menit pengantar berlalu, minuman yang ada dihadapan tumpah membasahi permukaan meja saji.

Rupanya, tangan kecil itu mengambil dan mencicipi minuman dingin. Selepas satu dua teguk dinikmati, tempat minum ukuran sedang diletakkan dalam posisi tidak sempurna. Belum sepenuh tegak gelas berdiri, jari jari mungil lebih awal melepaskan benda digenggaman.

Alhasil, air bercampur gula meleber ke semua sudut meja dalam waktu cepat. Ayah dan ibunya kerepotan mengelap dengan tisu seadanya, agar air tidak keburu jatuh ke lantai. Sambil membersihkan meja, suara si ayah meninggi namun tertahan antara rasa marah dan tidak enak di dengan orang sekitar.

Tetaplah gadis kecil ini sadar, bahwa si ayah sedang kesal kepadanya. Air muka itu sontak berubah, garis garis ceria sirna berubah melengkung ke bawah. Dua bola mata bening memerah, tak lama kemudian mengambang air bening hendak tumpah.

Ibu duduk disampingnya, masih kerepotan membersihkan meja sembari berusaha menenangkan. Tindakan pembelaan sang ibu, justru membuat tangisnya mulai menjadi.

Sekuat tenaga tangis itu ditahan, sehingga berubah menimbulkan seseunggukan yang tidak bisa disembunyikan. Kain nilon putih ujung kerudung di dada, ditarik ke atas dijadikan alat menutupi wajahnya yang kacau.

Agar tidak berlarut dalam kemarahan, ayah memilih bangkit dan pergi ke kamar kecil. Masuk dalam restroomdan berdiri di depan wastafel, membasuh muka sembali mendinginkan panas yang sedang bersarang kepala, sekaligus upaya mengembalikan suasana makan bersama.

"Mengapa musti marah, toh hanya segelas minuman saja" bisik benak ini

Saya tersadar dan membayangkan, betapa kacau perasaan disandang gadis kami. Setelah sikap marah ditunjukkan ayah dihadapan, atas kecerobohan telah dilakukan. Jiwa tak berdaya itu, harus berhadapan dengan orang paling disegani di rumahnya.

Kesalahan yang dilakukan (saya yakin) tanpa sengaja, berbuah menjadi situasi tidak mengenakkan dan rasa bersalah. Wajah imut itu tiba tiba memenuhi kepala, sesenggukan yang sempat ditunjukkan makin lekat diingatan.

Penyesalan si ayah mengemuka,  telah salah mengambil sikap pada situasi tidak tepat. Semua kemarahan memang bisa terjadi otomatis, akibat lemahnya pertahanan diri dalam mengontrol emosi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun