Mohon tunggu...
Agsta Aris A
Agsta Aris A Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Usaha yang kita lakukan jauh lebih bernilai, ketimbang apa yang akan kita dapatkan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Evaluasi Pembatasan Akses Medsos 22 Mei, Hindari Situs Ilegal

28 Mei 2019   06:30 Diperbarui: 28 Mei 2019   06:45 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh : Agsta Aris Afifudin
(Mahasiswa Universitas Peradaban, Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik )

Pembatasan media sosial dan WhatsApp pada minggu lalu tepatnya tanggal 22 Mei 2019 dinilai berpengaruh signifikan bagi aktivitas masyarakat. Pasalnya, sebagian besar mereka menggunakan kedua media itu untuk berkomunikasi.

Ketua Bidang Kebijakan Strategis Masyarakat Telekomunikasi Indonesia, berpendapat pembatasan akses media sosial dan sistem perpesanan yang dilakukan oleh pemerintah dan operator sangat berpengaruh terhadap masyarakat, terutama saat ini hampir setiap pekerjaan bergantung dengan media sosial.

Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI), yang membatasi penggunaan media sosial sepertinya kurang tepat jika membatasi hanya pada saat paska pemilu saja, sedangkan sosialisasi untuk pemblokiran akun media sosialpun tak ada. 

Namun, bagaimanapun Kominfo sudah memutuskan untuk membatasi penggunaan media sosial dan aplikasi percakapan terkait kabar hoaks yang berkaitan dengan kerusuhan 22 Mei 2019. Pembatasan ini yang berlaku pada fitur foto dan video di platform Facebook, Instagram,dan WhatsApp. Meski begitu hal ini menjadikan pro-kontra bagi masyarakat tentunya walaupun bersifat sementara dan bertahap.

Upaya ini dikatakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto adalah upaya penanganan atas situasi pasca pengumuman hasil rekapitulaso oleh KPU pada Selasa, 21 Mei 2019. "Upaya kita mengamankan ini tidak hanya diserahkan kepada aparat. Peran masyarakat penting. Kalau masyarakat tidak percaya hoaks dan berpikir rasional, itu sudah membantu mengamankan negeri ini, " kata Wiranto. Dilansir dari nasional.tempo.co

Jika perkataan tersebut menyuruh masyarakat untuk berfikir rasional. Namun mengapa pemerintah tidak meneliti dan memverifikasi media-media online yang sedang mewabah untuk memberitakan berita hoaks?

Bukankah banyak saat ini blog-blog ataupun website yang belum mendapatkan izin di media sosial? Mengapa juga pemerintah bergerak memutuskan untuk membatasi ataupun memblokir media sosial pada paska pemilu saja?

Artinya, mengapa pemerintah mengizinkan blog-blog ataupun website yang belum ilegal untuk memberitakan informasi yang belum tentu fakta? Hal itu seharusnya pemerintah hanya mengizinkan website yang beroperasi jika mempunyai legalitas saja.

Mengingat Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"Akses informasi merupakan hak setiap warga masyarakat, oleh sebab itu pemerintah wajib melakukan uji konsekuensi dalam menentukan informasi yang masuk dalam kategori dikecualikan".

Pasal tersebut seharusnya pemerintah membatasi dengan sosialisasi, terkait pemblokiran media sosial paska rekapitulasi kemarin. Agar hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat.

Walaupun sementara dan bertahap sudah seharusnya pemerintah mempunyai kebijakan yang menguatkan untuk membatasi provokator mem-posting video, meme, dan foto terutama peredaran hoaks tentang demonstrasi penolakan atau ketidakpuasan terhadap hasil Pilpres 2019 yang disebarkan melalui Facebook, Instagram dan 

WhatsApp. Yaitu, dalam Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). "Bahwa untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil dan sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik agar terwujud keadilan, ketertiban umum, dan kepastian hukum."

UU No 19 Tahun 2016 yang mengubah UU No 18 Tahun 2008 tentang ITE dalam pasal 40 memberikan ruang kepada pemerintah untuk melakukan pemblokiran terhadap situs-situs tertentu. Pasal 40 poin 2a menyebutkan, "Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan."

Jadi jika pemerintah mempunyai kebijakan itu, penulis juga meminta kejelasan terkait kebijakan untuk penangan tersebut. Yaitu, memverifikasi dan memblokir blog-blog ataupun website yang belum mempunyai izin (Ilegal), merevisi terkait UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers menjelaskan citizens journalism mempunyai etika dalam membuat berita maupun artikel sebelum di muat ataupun di publikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun