Mohon tunggu...
Agustina Pandiangan
Agustina Pandiangan Mohon Tunggu... Relawan - Simple

Sedang berproses

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembang Tidak Boleh Salah Pilih

27 April 2021   06:10 Diperbarui: 27 April 2021   07:27 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kembang sudah berlayar. Waktu masih terlalu subuh, aku mengantarmu ke pelabuhan. Perpisahan ini jadi titik balik dalam hidupmu. Kau sudah meninggalkan masa gadismu. Masa diamana kau paling muda, paling ceria, dan paling cantik di geng kita. 

Harapan dan impianmu dulu, kini tak lagi kauhiraukan. Kau tidak akan kembali. Sementara aku hanya ingin kembali ke tempatku, menikmati semua yang kusanggup.

Aku simpan semua masa kita sebelum kauputuskan untuk hidup bersama pria pilihanmu itu. Aku mengenalmu sebagai seorang wanita yang bijaksana. Keluh kesahku, kusampaikan kepadamu. Kau selalu bijaksana menasihatiku meskipun aku lebih tua darimu. Kau penuh damai mengajariku yang rentan labil mengambil keputusan. Kau teman paling sabar yang pernah kutemui.

Ah, tapi mengapa secepat itu kauputuskan untuk menikah? Apalagi dia bukan pria yang kaucinta. Kau pernah menasihatiku agar tidak khawatir masalah usia. Sabar dalam penantian. “Pokoknya, kita harus menikah dengan pria yang kita cintai, kak.” Katamu. Aku kecewa karena kau keluar dari prinsipmu sendiri.

Satu hal yang harus kau pahami dariku bahwa aku masih sabar dalam penantian. Cinta itu masih di atas dari segalanya. Jika bukan karena cinta maka Isa tidak akan pernah sudi mati di kayu salib demi menebus dosa banyak orang. Aku tidak hendak menyamakan diriku dengan Isa yang melegenda itu. 

Tapi aku mengagumi-Nya layaknya sang pejuang cinta. Aku pun mau berjuang untuk cinta. Memang cinta yang diperjuangkan oleh Isa adalah cinta yang berbeda dengan cinta yang kuperjuangkan. Meskipun demikian, prosesnya tetap sama. Sama-sama membutuhkan pengorbanan.

Kautahu lamanya waktu kuhabiskan demi menunggu Devan teman kita. Berkali-kali aku hendak menyerah. Berkali-kali kau mengingatkan aku untuk tetap berdoa. Kau mengingatkan juga untuk tidak jemu menunggunya. Tidak menemui pria lain sebagai pelarian. Kau bilang aku harus menunggu Devan. Aku setuju. Namun yang kau lakukan dan terjadi pada dirimu saat ini lari dari semua hal yang pernah kau katakan.

Tiga bulan sejak kau berlayar, aku dan Devan memutuskan untuk bertunangan. Akhirnya, Tuhan menjawab doaku. Aku ingin sekali bercerita banyak hal tentang Devan yang pada akhirnya memilihku. Tapi apa boleh buat? Kita berada di pulau yang berbeda sekarang. 

Tiga bulan, kita tidak saling komunikasi. Barangkali karena signal di tempatmu  atau mungkin kau sudah tak punya handphone. Aku coba mengirimkan pesan melalui email. Aku selalu memeriksa kotak masuk. Tetap belum juga ada balasan darimu.

Mukjizat terjadi. Kau meneleponku dengan nomor baru. “Kak, apa kabar. Ini Kembang. Boleh kita jumpa? Aku sedang di Sumatera sekarang.”, katamu. Kusarankan kita bertemu di DPR (di bawah pohon rindang), tempat nongkrong kita dulu di Medan. Aku sangat bersemangat berjumpa denganmu. Banyak hal yang hendak kuceritakan terkait alur hubunganku dengan Devan dan rencana pernikahan kami.

Keesokan harinya, rupanya kau sudah duluan menunggu di DPR. “Kembang, kau sudah lama menunggu?”, aku menyapamu duluan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun