Mohon tunggu...
Agribisnis Ipb
Agribisnis Ipb Mohon Tunggu... -

Agribisnis angkatan empat puluh tujuh fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

RUU Perguruan Tinggi Vs Liberisasi Pendidikan

2 Juli 2012   23:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh: Resti Yanuar Akhir

Mahasiswa Agribisnis FEM IPB

Memaknai Hakikat Pendidikan

Bercermin dari karakter bangsa Indonesia bahwa pendidikan baik formal ataupun non-formal merupakan suatu kebutuhan yang tak terpisahkan dengan kebutuhan hidup lainnya seperti kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan pokok ini terbentuk karena di dalamnya ada suatu proses berpikir bagaimana mengupayakan kebutuhan tersebut agar dapat tercapai sehingga akan terbentuk rasa ingin memenuhi dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata. Salah satu realisasi tersebut dengan cara menuntut ilmu dan pengamalan. Ilmu dan amal tidak dapat dipisahkan dengan dunia pendidikan. Pada dasarnya, masyarakat mendengar istilah ‘dunia pendidikan’ itu hanya didapatkan dari pendidikan formal. Padahal, dunia pendidikan pun tidak harus berasal dari pendidikan umum atau formal saja tetapi bisa juga didapatkan dari berbagai tempat, waktu, maupun disiplin ilmu lainnya mulai dari seorang manusia yang sejak kecil ‘dididik’ oleh orang tuanya agar dapat berjalan dan menjadi model manusia yang bermanfaat bagi sesamanya kelak. Model pendidikan dalam rumah tangga itulah model pertama seorang manusia memperoleh pendidikan sejati yang langsung didapat dari orang tuanya.

Lalu apa hakikat pendidikan ? Hakikat pendidikan adalah kesejahteraan masyarakat. Bagaimana pendidikan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik menengah ke atas maupun menengah ke bawah tanpa adanya sepeser pun beban yang perlu dikeluarkan. Hakikat pendidikan sangat dibutuhkan untuk mencetak generasi bangsa yang berilmu dan berkarakter.

Fakta Dunia Pendidikan di Indonesia

Namun apa kenyataannya yang terjadi dengan dunia pendidikan Indonesia saat ini ? Melirik pada keadaan pendidikan Indonesia yang semakin hari semakin memburuk dalam jurang ketidakpastian. Suatu fakta yang terjadi ternyata sistem pendidikan Indonesia menunjukkan kualitas sistem dan sumber daya yang jauh dari harapan bangsa. Mulai dari pelaku pendidikan, objek pendidikan, perantara pendidikan, dan fasilitas pendidikan pun perlu ada perbenahan dalam internal sistemnya sehingga mencapai tujuan pendidikan yang dapat diharapkan oleh bangsa ini. Bukan sistem pendidikan yang hanya menguntungkan salah satu pihak semata. Sebut saja liberalisasi pendidikan.

Apa Kaitan Antara Liberisasi Pendidikan dengan RUU PT ?

Pendidikan di Indonesia saat ini memang terkesan jauh dari hakikat sebenarnya, yakni menyejahterakan rakyat. Fakta di lapangan justru pendidikan di Indonesia semakin diliberalisasikan baik itu secara sengaja melalui peraturan tertulis atau yang terkesan tidak sengaja seperti besarnya atau naiknya biaya pendidikan.

Terkait dengan Draf Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) tertanggal 9 April 2012 tentangSistem Pendidikan Tinggi Indonesia di dalam Bab 1 Ketentuan Umum yang dimaksud dengan pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah sekolah menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, program profesi, serta program spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan kebangsaan Indonesia. Pada pengertian tersebut tidak terlalu dipersoalkan. Namun, yang menjadi polemik dengan masalah sistem pendidikan tinggi di Indonesia adalah semangat menyebarkan liberalisasi pendidikan terutama pendidikan tinggi. Setelah berhasil mengesahkan beberapa agenda liberalisasi, maka pemerintah dan DPR segera merealisasikan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) menjadi Undang-Undang (UU) yang akan disahkan pada bulan April ini. Namun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh sendiri mengatakan akan menunda pengesahan RUU PT karena dinilai masih perlu penambahan dan pengurangan pasal agar lebih sempurna.

Banyak pihak yang menilai bahwa RUU PT ini tidak banyak mendatangkan kesejahteraan masyarakat tetapi justru memperkokoh agenda liberalisasi di hampir segala sector, terutama di sektor jasa. Pendidikan yang merupakan sektor jasa juga ikut terlibat dari agenda besar ini. RUU PT bisa menjadi kelanjutan dari UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang sebelumnya telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Keberadaan RUU PT menimbulkan keresahan bagi masyarakat karena semakin menjalarnya virus-virus liberalisasi yang memang merugikan rakyat terutama rakyat kecil dan hanya memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang turut andil dalam menggencarkan liberalisasi.

Isu seputar liberalisasi pendidikan tinggi sebenarnya sudah merebak semenjak ditandatanganinya General Agreement on Trades in Service (GATS) oleh negara anggota World Trade Organization (WTO) dan Indonesia termasuk anggotanya. Kesepakatan dari WTO ini adalah meliberalisasikan sektor-sektor jasa salah satunya sektor pendidikan tinggi. Semakin bertambah kapitalislah negeri khatulistiwa ini.

Agenda liberalisasi di Indonesia mulai tampak secara besar-besaran sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Hampir setiap sektor kehidupan negeri ini terutama sumber daya alamnya dikuras habis dan keuntungannya hanya diberikan kepada pihak-pihak yang memiliki wewenang kuat serta tidak segan-segan menghibahkan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asing. Ditambah dewasa ini semakin kuat angin yang berhembus menuju liberalisasi sektor kehidupan Indonesia.

Dimana ada liberalisasi maka di situ ada globalisasi. Dua istilah yang memang terkesan controversial namun saling berkaitan. Gencarnya arus liberalisasi pendidikan tinggi semakin menempatkan Indonesia di posisi yang siap untuk menerima berbagai ruang kerja sama dengan pihak luar (baca: asing) dalam lingkup menjalin persahabatan antar berbagai lembaga pendidikan dan pengembangan pendidikan tinggi.

Liberalisasi pendidikan memberikan keuntungan yang sangat besar. Hal ini dibuktikan di negara maju seperti Amerika Serikat. Di sana terdapat 2000 lebih ekspor jasa pendidikan yang mencapai US $ 14 miliar atau Rp 126 triliun. Menurut data survei di Australia tahun 1994 bahwa sektor jasa telah menyumbangkan hampir 70 persen pendapatan domestic bruto (PDB) Australia. Ekspor jasa pendidikan dan pelatihan juga menghasilkan AUS $ 1,2 miliar pada tahun 1993. Masuknya arus informasi dan globalisasi mengubah fungsi pendidikan tinggi Indonesia yang mulanya sebagai pusat informasi dan pengetahuan kini sebagai barang komoditas ekonomi yang siap dilemparkan sesuka hatinya oleh “yang berkuasa”. Karena hakikat liberal adalah memberikan kebebasan individu sebebas-bebasnya tanpa adanya aturan yang mengikat.

Negara-negara anggota WTO termasuk Indonesia akan terus ditekan untuk bersedia menandatangani GATS yang mengatur liberalisasi dua belas sektor jasa antara lain pelayanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, pendidikan tinggi, dan pendidikan selama hayat, serta jasa-jasa lainnya.

Dengan berlakunya liberalisasi pendidikan tinggi maka peran pemerintah terlepas terutama dalam hal pembiayaan pendidikan. Biaya kuliah semakin mahal, akibatnya perguruan tinggi mencari sumber pendanaan lain di luar dari subsidi APBN pemerintah. Perguruan tinggi juga akan membebankan pihak orang tua yang membayar biaya kuliah putra-putrinya. Bahkan, bisa jadi fasilitas-fasilitas kampus juga ikut diliberalisasikan.

Pertimbangan

Seperti yang termaktub di Dasar Pertimbangan RUU PT yang tertulis dalam draf, yakni bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 mengamanatkan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari kalimat pertimbangan di atas sekilas tampak wajar, namun bila dicermati kembali peran pemerintah lebih dimaknakan kepada pengusahaan dan penyelenggaraan. Sebagaimana dalamUUD 1945 yang menyatakan bahwa negara (pemerintah) wajib dan memiliki tanggung jawab dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Dengan menggunakan istilah “mengusahakan” maka akan berbeda cara pandangnya sehingga mempengaruhi dalam pelaksanaan pendidikan tinggi. Peran pemerintah dalam hal ini akan semakin berkurang dalam memegang amanahnya.

Kemudian disebutkan kembali dalam drafRUU PT bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi dalam segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang menguasai ilmu, teknologi, dan seni, mandiri, kritis, inovatif, reatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan nasional. Dengan masuknya arus globalisasi maka setiap negara dipaksa untuk menerima hal-hal baru terutama yang berkaitan dengan daya saing bangsa dan membuka jaringan pasar lokal (dalam negeri) ke pasar internasional. Seharusnya, jika ingin membuka akses pasar menuju internasional maka dari sumber daya manusianya sendiri harus benar-benar siap menghadapi persaingan dengan dunia internasional. Contohya saja peraturan tentang penulisan jurnal ilmiah. Mahasiswa yang sudah memasuki tingkat akhir sebelum lulus harus menerbitkan jurnal ilmiah. Dampaknya tentu positif jika mahasiswanya sendiri telah mampu dan siap untuk melaksanakannya, namun faktanya kebanyakan mereka belum siap menerima peraturan tersebut dengan alasan menambah beban biaya penelitian dan menghambat kelulusan. Mendikbudmengatakan bahwa hal ini akan meningkatkan daya saing bangsa mengingat penerbitan jurnal ilmiah mahasiswa di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lainnya seperti Malaysia. Salah satu konsekuensi dari globalisasi adalah meliberalkan sektor-sektor tertentu, baik barang maupun jasa.

Merevisikan Kembali

RUU PT sejatinya bukanlah hal yang sepenuhnya bisa dianggap buruk. Dalam pasal yang tertera dalam Draf RUU PT tertanggal 9 April 2012 sudah banyak perbaikan dan perubahan yang disempurnakan sesuai dengan keinginan aspirasi masyarakat sehingga tidak hanya menguntungkan salah satu pihak. Sesuai dengan pernyataan Mendikbud yang memberikan alasan mengapa pengesahan RUU PT ditunda selama satu kali sidang karena ada beberapa pasal yang belum menjelaskan peran perguruan tinggi yang kelak dapat lahir dengan mengatur transformasi demokrasi, mempersiapkan pemimpin masa depan, serta konvergensi peradaban. Ketiga alasan tersebut cukup bisa diterima oleh masyarakat terkait saat ini dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka di situ letak peradaban bangsa dapat berbaur bersama dengan peradaban dunia. Selain itu pula perkembangan zaman menuju persiangan global menempatkan pengetahuan dan informasi menjadi modal utama. Oleh karena itu dalam Draf RUU PT ini perlu penambahan pasal untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin masa depan Indonesia, utamanya kembali kepada hakikat pendidikan adalah mensejahterakan rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun