Mohon tunggu...
Agi Tiara
Agi Tiara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger, Mediator, Penggemar Ikan Ayam-Ayam

Hanyalah seorang blogger dibalik DUCKOFYORK.COM, mencoba menulis di kompasiana untuk pertama kalinya. Boleh disapa, jinak dan tidak menggigit lho!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Yuk Hidup Minim Sampah, Bebaskan Dirimu dari Gaya Hidup Berlimpah Plastik Sekarang!

27 Oktober 2019   07:57 Diperbarui: 28 Oktober 2019   17:09 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari kita mulai cerita kali ini dengan sebuah pertanyaan: Mungkin nggak sih kita berhenti menggunakan plastik?

Selama ini plastik seakan menjadi ‘musuh utama’ umat manusia. Jutaan sampah plastik yang tak dapat terurai menumpuk di daratan, mengalir dari hulu-hulu sungai ke lautan, mencemari bumi, merusak lingkungan. Plastik-plastik ini adalah plastik yang sama-sama kita hasilkan.

Tak ada tangan manusia yang tak luput dari beban tanggung jawab keberadaan sampah plastik yang kian menggunung ini.

Sebelum ada jari-jari yang saling menunjuk dan menuding, mari kita sama-sama menarik nafas dalam diam terlebih dahulu. Ada pepatah yang mengatakan bahwa ketika Anda menunjuk sesuatu maka keempat jari anda akan mengarah pada diri anda sendiri.

Buka mata, kemudian amati, berapa banyak plastik di sekeliling kita?

Saya sendiri mulai menghitung.

Tumbler mahal yang saya beli untuk mengurangi konsumsi plastik dalam botol kemasan air mineral? Plastik. Tempat makan warisan ibu yang dulu biasa menjadi rumah dari bekal mi instan saat pergi ke sekolah? Plastik. Saya sedang berbicara kepada anda melalui perantara sebuah kotak plastik, dengan tulisan yang dirangkai dari tuts-tuts papan ketik yang terbuat dari plastik. 

Besar kemungkinan anda sedang membaca tulisan ini dari gawai yang terbuat dari plastik. Saya dan anda tak lepas dari plastik tanpa menyadari seutuhnya bahwa hampir semua benda yang kita miliki sekarang terbuat dari plastik.

Pertanyaan saya berubah, akan pergi ke mana benda-benda ini saat saya tak membutuhkannya lagi?

***

Sebagai seorang blogger dan aktivis media sosial, tentu saya dikelilingi dengan ratusan bahkan ribuan orang yang memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai keberadaan plastik ini. Ada yang menentang keras penggunaan plastik, ada yang memperbolehkan, ada yang nggak peduli sama sekali.

Saya termasuk golongan yang bimbang.

Kebimbangan ini sebenarnya bermula dari sebuah cerita sepele. Beberapa bulan yang lalu, Tempat Pembuangan Akhir di Yogyakarta ditutup karena memang sudah over-capacity. Sampah yang dihasilkan kian menggunung, namun belum ditemukan solusi konkrit untuk ‘menghabiskan’ sisa-sisa sampah tersebut.

Beberapa teman mengajak untuk membeli barang-barang untuk membantu menyelamatkan lingkungan. Mengganti air minum dengan kemasan plastik dengan botol minum yang bisa dipakai berkali-kali, mengganti tas kresek belanjaan dengan tas kanvas yang bisa dipakai berulang kali, mengganti kebiasaan berbelanja menjadi belanja di toko bulk store yang kerap kali bermunculan di sudut-sudut kota. Gerakan ini dikenal sebagai minimal waste movement.

Minimal waste movement menekankan pada meminimalisir sampah sebisa mungkin hingga tak banyak sampah yang tidak bisa didaur ulang yang ditinggalkan. 

Meski tak bisa 100% hidup tanpa sampah, tapi setidaknya kita mencoba untuk tidak menghasilkan banyak sampah yang tak dapat didaur ulang. Agak sulit untuk dibayangkan ya?

Salah satu teman baik saya, Rembulan Indira atau yang lebih dikenal dengan monikernya: Ubermoon, adalah seorang blogger dan influencer yang pernah beberapa kali membahas mengenai lifestyle yang ramah lingkungan.

Di pagi hari beberapa minggu yang lalu kami berbincang di teras Guest House yang ia kelola sambil mengunyah seporsi lontong sayur yang ia beli. Bulan membawa sendiri rantangnya dari rumah, kemudian meminta penjual lontong tersebut untuk mengemasnya dalam rantang yang ia bawa.

“Biar ga terlalu banyak plastik gi,” begitu kata Bulan saat saya tanya kenapa ia membawa wadah plastiknya sendiri.

Meski gaya hidupnya ramah lingkungan, ia tak mau disebut influencer lingkungan. Hanya saja, saya memang menikmati tulisan-tulisan Bulan soal lingkungan. Tulisannya renyah dan mudah dicerna. 

Ia tak pernah menghakimi penggunaan plastik ataupun jejak karbon. Pendekatannya lebih seputar mengurangi sampah plastik dan berusaha untuk hidup lebih ramah lingkungan.

Memang rasanya mustahil jika kita ujug-ujug langsung meninggalkan penggunaan plastik 100%, namun mengurangi penggunaan plastik bukan hal yang benar-benar sulit. Seperti kata Bulan, akan banyak kenyamanan yang kita tinggalkan.

Dimulai dari hal-hal kecil, mengurangi minum air dalam kemasan dan membawa tempat minum yang diisi dari air galon di rumah, memilih benda-benda yang ramah lingkungan, mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai, hingga menggunakan menstrual cup dan popok kain pada bayi. Semua tentu membutuhkan usaha lebih, mengingat betapa mudahnya hidup kita setelah lahirnya benda-benda sekali pakai ini

foto dokpri
foto dokpri

Beberapa teman blogger saya yang lain juga sudah memulai hidup dengan minimal waste, salah satunya Mbak Dhita Erditya. Sebagai ibu dari dua anak, Mbak Dhita sudah memulai untuk mengurangi sampah plastik, namun kesibukannya sebagai ibu bekerja kadang juga memaksanya untuk tetap memesan-antar makanan dengan segala wadah pembungkus yang berakhir menjadi sampah, demikian keluhnya pada saya saat kami sedang berjalan menuju terminal jombor pekan lalu.

Hidup 100% tanpa sampah memang masih sulit di Indonesia. Ini karena memang konsep minimal waste ini masih baru sekali. Belum banyak fasilitas yang menunjang gaya hidup ini. 

Namun, di era media sosial seperti sekarang ini, para influencer dan blogger seakan menjadi ujung tombak promosi gaya hidup minimal waste beserta ide-ide ramah lingkungan yang mereka terapkan.

“Gue ada ide nih ya gi, kenapa perusahaan air minum nggak bikin dispenser minuman di minimarket yang kita bisa refill air minum disitu. Nggak perlu gratis, tapi ini bisa banget loh mengurangi sampah plastik!” sahutnya dengan ceria.

Saya mengamini ide Bulan tersebut. Benar juga, Indonesia belum banyak memiliki dispenser air minum di tempat-tempat umum. Ide-ide lain seperti berbelanja di Bulk Store yang menjual produk tanpa kemasan juga menjadi alternatif yang menarik, hanya saja belum banyak Bulk Store di Indonesia. 

Masih banyak juga pedagang yang belum memahami bahwa pembeli bisa membawa wadah belanja sendiri untuk berbelanja, sehingga mereka bisa menghemat penggunaan wadah ataupun plastik sekali pakai.

Ide-ide seperti ini--mengurangi plastik dan memanfaatkan plastik sebagai media baru dengan memperpanjang masa gunanya adalah ide-ide Circular Economy.

Pemerintah Indonesia sendiri sudah mendukung ide-ide ini. Kementerian Lingkungan Hidup di tahun 2018 sudah punya rencana untuk bekerja sama dengan Belgia untuk menggiatkan Circular Economy di Indonesia. 

Meski namanya--ekonomi sirkular--masih kurang familiar di telinga orang awam, namun sebenarnya konsep ekonomi sirkular ini sudah banyak dilaksanakan di Indonesia tanpa kita sadari. Salah satu bentuk circular economy yang ada di sekitar kita adalah bank sampah.

Ekonomi sirkular merupakan sebuah lingkaran dimana barang anorganik yang diproduksi tak hanya dipakai satu dua kali, melainkan tetap bisa dipakai sampai diluar masa pakainya dengan reuse (menggunakan kembali) recycle (mendaur ulang) dan remanufacture (produksi ulang).

Saya tidak tahu bagaimana kondisi di wilayah lain, tapi saya yakin masyarakat Yogyakarta tempat saya tinggal kini sudah sangat familiar dengan bank sampah. 

Keluarga-keluarga menyortir sampah mereka dan sebagian sampah anorganik yang memiliki nilai tukar rupiah akan diserahkan kepada Bank Sampah. Nantinya para keluarga yang menyetor sampah mereka ke Bank Sampah akan diberikan semacam ‘buku tabungan’ untuk mengetahui jumlah saldo mereka.

Waktu saya pergi ke Bali untuk mengikuti Danone Blogger Academy pun saya diperkenalkan dengan SMP Wisata Sanur yang memiliki bank sampah. Siswa-siswi SMP Wisata dan bahkan warga sekitar SMP Wisata diarahkan untuk menabung melalui bank sampah. Sampah-sampah yang mereka setorkan nantinya akan dinilai sejumlah uang. Uang ini dari mana?

Tahukah anda bahwa di Indonesia sebenarnya sudah ada berbagai bisnis recycle untuk beberapa jenis sampah tertentu, umumnya sampah plastik?

Sampah-sampah ini nantinya akan dibeli oleh pabrik-pabrik daur ulang untuk didaur ulang menjadi produk baru. Sayangnya, jumlah pabrik daur ulang ini belum terlalu banyak. 

Bisnis daur ulang masih berada di usia yang sangat belia di Indonesia, padahal sebenarnya jika pabrik-pabrik daur ulang ini semakin banyak harusnya keberadaan sampah plastik jadi lebih bisa teratasi.

Inisiatif untuk mengelola sampah plastik ini tentu saja harus dimulai dari pihak-pihak yang lebih besar seperti pemerintah dan industri yang memanfaatkan plastik. Saya jujur saja kagum dengan pemerintah Provinsi Bali yang berani melarang penggunaan kantong plastik di minimarket dan supermarket di Pulau Dewata. 

Inisiatif menggunakan botol minum hasil recycle dari Aqua juga harus diapresiasi meski belum 100% menyebar di seluruh Indonesia. Kebijakan-kebijakan ini tidak murah dan tentu tidak mudah.

Sebagai warga Jogja yang juga merupakan daerah wisata, saya berharap jogja juga bisa menerapkan banyak kebijakan ramah lingkungan seperti ini terutama di tempat-tempat wisata. Terbayang kan, indahnya wajah pantai-pantai dan perbukitan di Jogja tanpa sisa-sisa sampah plastik?

Jika dipikir-pikir sebenarnya bisa-bisa saja kita menolak penggunaan plastik 100%, akan tetapi seperti apa konsekuensinya? Sebuah artikel yang saya baca dari Tirto mengatakan bahwa inilah harga yang harus dibayarkan bila plastik dihilangkan: 1) Empat kali lebih besar untuk pemeliharaan lingkungan; 2) Lima kali lebih besar untuk perbaikan kesehatan dan ekosistem; 3) Tiga kali lebih besar untuk menanggulangi perubahan iklim dan; 4) Hampir dua kali lebih besar untuk perbaikan kerusakan laut.

Kalau dipikir-pikir benar juga. Plastik adalah wadah yang sangat multiguna. Plastik juga tahan banting dan mudah dibersihkan. Yang jadi masalah adalah penanganan sampahnya.

Transisi penggunaan sampah plastik sekali pakai tidak dapat terjadi dalam semalam. Terdapat proses panjang yang harus dilalui untuk mencari pengganti plastik. Yang bisa kita lakukan adalah membantu proses ini dengan terus mengurangi sampah plastik yang kita hasilkan a la gaya hidup Minimal Waste.

infografik: dokpri
infografik: dokpri

Langkah-langkah kecil yang bisa kita lakukan antara lain:

  • Menggunakan kemasan galon untuk air minum, karena kemasan galon tidak sekali pakai. Untuk sehari-hari, kita bisa menggunakan botol minum yang bisa diisi ulang;
  • Membawa wadah dan kantong belanja sendiri saat berbelanja di pasar ataupun membeli makanan diluar;
  • Membeli barang dalam kemasan yang lebih besar sehingga mengurangi kemasan kecil-kecil;
  • Tidak menggunakan alat makan sekali pakai seperti sumpit plastik, sendok garpu plastik, dan sedotan plastik;
  • Menggunakan pembalut/popok kain atau menstrual cup;
  • Dan yang terpenting, selalu berpikir panjang sebelum membeli suatu barang.

Sebelum membeli suatu barang, pikirkan baik-baik apakah barang ini akan kita gunakan dalam jangka waktu panjang, tidak akan menjadi sampah di kemudian hari, dapat didaur ulang atau di gunakan ulang nantinya sesudah masa pakainya berakhir. Ini akan sangat membantu kita untuk mengurangi penggunaan sampah.

Sesudah masa pakai barang tersebut berakhir, pikirkan juga cara untuk menggunakan atau mendaur ulang barang tersebut. Ada berbagai alternatif untuk mengelola ulang sampah plastik, misalnya melalui bank sampah, membuat ecobrick, bahkan mendaur ulang sendiri menjadi kerajinan tangan misalnya.

Tak mau munafik, saya juga masih menyesap kopi impor dengan sedotan logam impor dengan jejak karbon yang konon baru bisa saya tebus setelah belasan tahun penggunaan, saya masih menggunakan tempat minum plastik karena harganya yang terjangkau di kantong saya yang tak kunjung tebal.

Namun, perjalanan mengurangi sampah ini masih panjang, dan kali ini saya ingin mengajak anda berjalan pelan-pelan menapakinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun