Mohon tunggu...
Agi Julianto Martuah Purba
Agi Julianto Martuah Purba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya senang mengamati, membaca, merasakan dan menyatukan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Turun untuk Naik

26 Januari 2021   21:47 Diperbarui: 26 Januari 2021   22:06 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Ada seorang yang membeli rumah seluas 6.000 meter persegi yang berada di tengah hutan. Seorang dodit mulyanto melakukan ini untuk mendapatlan kehidupan yang jauh dari hiruk-pikuk dunia perkotaan.

Pidi Baiq, seorang penulis novel Dilan, memilih hidup dalam ketenangan sebagai seorang petani di kawasan bandung. Ini dilakukannya untuk kembali ke pola kehidupan yang sederhana, bercocok tanam, mengobrol dengan para petani. Tidak ada lagi pembahasan yang berat.

Raditya Dhika, menjual semua jam tangan yang memiliki ikatan emosional pada perjalanan karir, pun hidupnya. Sebagai gantinya, dia membeli sebuah jam yang memiliki jam tangan dengan kualitas dan harga yang tinggi.

Jika ditelusuri sebuah benang merah dari setiap kisah ini, hal apa yang dapat diambil? Ya, minimalis. Menjadi seorang yang menganut pola hidup minimalis bukan perkara hanya membeli barang dengan jumlah sedikit. Tidak.

Menjadi minimalis dapat diartikan menjauhi nafsu keinginan. Tidak hanya dalam hal materi, namun juga dalam pemikiran. Memang benar bahwa semakin sederhana tujuan, maka semakin sederhana cara kita belajar.

Semakin sederhana tujuan, semakin tidak rumit cara kita belajar-Seneca

Nuansa stoikisme sangat kental terhadap pola hidup minimalis ini, saya merasa bahwa individu hari ini, termasuk saya sedang gencar mencapai kedamaian hidup. Bebas dari emosi-emosi negatif. Menjauhkan diri dari hal-hal yang mendistraksi kehidupan.

Alasannya bisa dilihat bagaimana psikologi semakin digemari oleh khalayak ramai. Bahkan di salah satu sosial media, dengan jumlah pengguna terbesar, Facebook sering sekali memuat tes-tes kepribadian. Selain sekedar untuk hiburan, mungkin ini menunjukkan bahwa memang ada krisis identitas diantara kita. Kehausan akan pencarian diri yang belum tuntas dan rasa penasaran akan diri sendiri yang kian merebak.

Akun-akun sosial media yang memuat konten wisdom juga sedang marak dijumpai hari ini. Rangkaian kata-kata yang relate dengan perasaan, menjadi alasan konten-konten seperti itu ramai penggemar.

Ketenangan dan kedamaian pikiran menjadi tujuan dari semua ini. Memang benar kata Seneca, "Pikiran yang tenang dan bebas dari kecemasan adalah pikiran yang bisa melalui segala tahap dalam hidup". Lihat bagaimana menukiknya kasus depresi, bahwa diperkirakan sekitar 300 juta orang mengidap depresi di seluruh dunia.

Bahkan World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap 40 detik terjadi kasus bunuh diri di seluruh dunia yang diakibatkan oleh depresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun